Bukan Gagal Nikah

Diena Mzr
Chapter #25

24

PERSIAPAN foto pra-wedding aku dengan Jedy direncanakan akan berlangsung setelah kami bertemu keluarganya. Jedy setuju kalau konsepnya sesederhana pasangan-pasangan Korea yang mau menikah. Karena aku nggak mau membebani keluarganya. Begitu pula Jedy. Walau sebenarnya dia nggak keberatan kalau aku memakai gaun pengantin yang penuh dengan payet dan bahan yang mahal.

Aku juga belum memberitahu teman-teman kantorku kalau aku akan menikah dengan Jedy. “Aku mau tanya sesuatu boleh?”

“Boleh, sayang.”

Sayang!? Aku tersentak Jedy tiba-tiba memanggilku seperti itu.

“Eh, nggak apa-apa, ‘kan? Apa kamu mau aku panggil nama aja?”

“Iya, nggak apa-apa kok.” Untung saja Jedy sedang meneleponku lewat Video Call-nya. Aku lihat teman-temanku masih sibuk kerja sambil mendengarkan musik dari earphone mereka. Syukurlah kalau mereka nggak mendengar obrolanku dengan Jedy sekarang. Karena sebentar lagi memang sudah masuk jam istirahat, dan sebagian dari mereka sudah nggak ada di balik meja kerjanya.

“Tadi mau tanya apa, sayang?”

Aku kembali menatap Jedy sambil memangku daguku dengan kedua tanganku. Setiap dia memanggilku dengan sebutan sayang, aku jadi terbayang masa-masa jadianku sama Zodi dulu. Dia paling susah memanggilku dengan kata itu. “Apa kamu keberatan kalo kita bagi-bagi undangannya H-7 aja? Jangan dari jauh-jauh hari,” bisikku pelan.

“Nggak. Terserah kamu aja. Kalo kamu mau seperti itu, aku ikut aja.” Jedy tiba-tiba menggenggam tanganku sejenak. “Aku paham ketakutan kamu. Jadi, ini rahasia kita berdua sampai kita benar-benar siap untuk naik ke pelaminan ya?”

Aku mengangguk setuju.

“Tapi kalo keluarga boleh tahu, dong?”

“Iya. Boleh,” jawabku semringah di telepon. Mamaku pasti senang bukan main kalau aku menikah dengan Jedy. Aku rasa Jedy dan aku nggak perlu lagi meminta restu darinya. Karena dia sudah pasti setuju. Aku tinggal bertemu orangtua Jedy.

“H-7 apa, Nel?”

Aku sontak melirik ke arah Zodi yang tiba-tiba muncul dari balik bawah mejaku. “Ngapain kamu di situ?”

“Pengin lihat kamu.”

“Aku nggak perlu dilihat-lihat. Emangnya aku pajangan!?”

“Itu telepon dari siapa sih?” tanyanya kembali penasaran. “Tujuh hari lagi mau ngapain?”

Aku tersentak. Untung saja dia nggak dengar. Aku nggak peduli juga kalau dia dengar dari tadi. “Itu urusan pribadi aku.”

“Kamu mau nikah tujuh hari lagi?”

“Iih! Pengin tahu aja.” Aku sebal sekali mendengar candaannya. Mana mungkin aku menikah tujuh hari lagi dengan Jedi.

“Iya, boleh dong. Daripada aku bujuk bos kita, mending aku bujuk kamu untuk kasih tahu aku.”

“Nggak lucu.”

“Tapi kamu lucu, Nel. Aku nggak pernah bisa berhenti sayang sama kamu.”

“Masih siang main rayu-rayu. Udah nggak zaman!”

Lihat selengkapnya