Bukan Gagal Nikah

Diena Mzr
Chapter #7

6

SETIBANYA aku dan Zodi di rumah bertingkat dua di komplek Kramat Jati yang ada di Jakarta Timur, orangtua kami sudah berhadapan dengan raut wajah yang sama-sama kencang di ruang makan.

“Assalamu’alaikum,” sapa kami berdua dan setelah mereka menjawab salam kami, Mama langsung bersorak.

“Nelly sayang!”

Aku hanya tersenyum paksa karena aku jadi meragukan rasa sayang Mama gara-gara dia sampai harus datang lagi ke rumah Zodi. Kalau bukan untuk merembukkan masalah yang seharusnya sudah selesai, untuk apa lagi mereka ke sini?

“Akhirnya Kak Nelly dateng juga!” seru Ade –adik Zodi yang kuliah di Bogor.

“Alhamdulillah ya, panjang umur. Duduk deket Bunda aja, sayang,” seru Bu Velona.

Aku terpaksa mengangguk dan menghampiri ruang makan yang seketika jadi ramai karena kedatanganku. “Mama sama Papa ngapain dateng ke sini?” tanyaku to the point. Aku memang baru menyampaikan keberatanku untuk menikah lewat Zodi saja, karena aku terlalu takut dan malu untuk menghadapi keluarga Zodi. Apa lagi kalau mereka nggak mau menerima keputusanku. Sekarang aku hanya menatap orangtua kami satu per satu dengan pandangan heran dan penasaran walau sebenarnya aku tahu niat orangtuaku datang ke sini. Entah untuk memulai keributan atau malah berdamai dengan orangtua Zodi.

“Kami udah sepakat, sayang,” jawab Papa.

Aku mengerjap. “Sepakat apa, Pa?”

“Sepakat kalo maharnya udah beres. Tinggal nunggu acara seserahannya dan kamu duduk manis aja nanti.”

Aku juga masih ingat kalau mahar Zodi yang berupa seperangkat alat sholat dan emas 5 karat akan dibayar tunai seperti syarat yang sudah diajukan kedua orangtuaku. Karena kami memang nggak mau memberatkan keuangan mereka.

“Pakaian pengantin dan untuk keluarga kita juga udah jadi di tukang jahit, sahut Pak Rahmady membuyarkan lamunanku. “Tinggal diambil trus ditaruh di binatu,” lanjutnya dengan logat Jawanya yang masih sedikit medok.

“Katering sama gedungnya apa lagi. Orang-orangnya baik, bisa nyicil bayarnya,” timpal Bu Velona. “Pake kartu kredit.”

Aku mengernyit heran.

“Semua acara udah diatur tim wo kita juga. Beres pokoknya!” tiba-tiba Ade nyeletuk dengan raut wajah meyakinkan.

Sahutan demi sahutan mereka seakan membuatku harus gentar juga hari ini. Apa orangtuaku memilih pura-pura lupa sama masalah yang dibuat Zodi?

“Trus?” tanyaku masih heran.

“Ya, kami mau kamu tetap jadi nikah sama Zodi. Ya, ‘kan, sayang?” tanya Mamaku sambil berpaling ke Zodi, dan Zodi mengangguk saja. Jelas, dia ingin tetap menikah denganku.

“Nggak jadi batal ‘kan, sayang?”

Lihat selengkapnya