Vandi menyusuri koridor kantor dengan langkah santai. Setiap orang yang dijumpainya selalu disapanya dengan ramah.
Sesampai di kantor, tiba-tiba Dennis memberitahu sesuatu.
“Van, kamu dipanggil pak redaktur tuh. Tampaknya ada tugas untukmu.”
“Tugas apa?”
Dennis hanya mengedikkan bahu.
Merasa penasaran, Vandi segera mendekati ruangan redaktur. Disapanya Pak Yoga yang sedang duduk serius di kursi empuknya.
“Selamat pagi, Pak. Ada tugas untuk saya?” Vandi menarik sebuah kursi di hadapan Pak Yoga.
“Selamat pagi, Vandi. Saya memanggilmu ke sini karena ada suatu tugas penting. Saya rasa kamu sangat tertarik.”
“Apa itu, Pak?”
“Ada pameran foto antar perusahaan penerbitan.”
“Waah, bagus, Pak. Terus, apa yang harus saya lakukan?”
“Kamu saya tunjuk untuk mewakili kantor kita. Kamu harus mengikuti pameran itu.”
Vandi mengulas senyum. “Ini mah perkara gampang, Pak. Apa temanya?”
“Tentang fenomena alam sekitar. Ini bisa bermacam-macam. Misalnya tentang penggundulan hutan, penghijauan, pencemaran sungai dan lain-lain. Kamu bisa mengolah tema ini menurut kemampuan kreativitas senimu. Nanti kamu bisa ambil beberapa gambar, terus kita seleksi mana yang bagus.”
Vandi mengangguk-angguk. Telinganya berusaha mendengarkan keterangan Pak Yoga dengan cermat.
“Sebenarnya, pameran itu masih lama, sekitar tiga bulan lagi. Tapi kita harus mempersiapkannya dari sekarang, karena bulan depan kita punya agenda padat untuk kerja yang lain,” jelas Pak Yoga. “Saya beri waktu satu minggu mulai dari besok. Kamu bisa hunting foto ke daerah-daerah yang masih banyak hutan dan pegunungan. Tapi lebih baik mengambil gambar di lokasi yang jarang dirambah orang.”
“Besok pagi, Pak?”
“Iya. Kalau waktu satu minggu itu masih kurang, saya bisa menambah dua atau tiga hari. Tapi sebaiknya jangan terlalu lama.”
“Bagaimana kalau dua minggu, Pak?”
“Kamu ini mau bulan madu apa piknik? Pakai menawar segala.”