Bukan Insan yang Baik

Wafiqah
Chapter #3

Keluarga Timpang

Bu Zaenab berlarian.

“Kenapa, Van?”

“Cicak, Bi…” Vandi bergidik.

Bu Zaenab tertawa. “Sama cicak saja kok takut. Sudah ah, Bibi pikir kamu kenapa.”

“Maaf, Bi. Vandi ngeri lihat cicak.”

Bu Zaenab hanya geleng-geleng.

“Naab…! Buatkan saya teh, Naab…!” Laki-laki yang berada di depan rumah tadi tiba-tiba masuk dan bersuara keras. Vandi hampir terlonjak karena kagetnya.

“Paman, sudah selesai potong-potong kayu?”

“Belum. Masih banyak.”

Si Paman duduk di hadapan Vandi. Dikipasinya badannya dengan kain sarung yang melilit di pinggangnya. Tampak keringat membasahi muka dan lehernya.

“Paman capek ya?”

“Kamu belum jawab pertanyaan saya tadi. Kenapa kamu datang ke sini?”

Belum sempat Vandi menjawab, Bu Zaenab sudah datang dengan membawa nampan berisi dua gelas teh hangat.

“Minum dulu, Van. Ini, Pak, tehnya.” Bu Zaenab meletakkan minuman yang dibawanya ke hadapan Vandi dan suaminya.

“Begini Paman, Bibi…, sebetulnya saya ke sini ingin menginap di rumah Paman dan Bibi selama satu minggu.”

“Menginap?!” Laki-laki yang dipanggil Pak Somad itu terkejut.

“Iya, Paman. Saya ada tugas dari kantor untuk mencari obyek foto. Karena saya tidak menemukan tempat yang cocok, makanya saya datang ke sini. Itu juga atas usul Mama saya.”

“Boleh saja, Van. Kamu boleh tinggal di sini,” sahut Bu Zaenab.

“Kenapa kau tidak ambil gambar saja di tempatmu? Di sana kan bagus-bagus pemandangannya. Kalau di sini hanya gambar gunung, sawah, ladang, sungai…”

“Memang itu yang saya cari, Paman. Gambar-gambar seperti itu yang harus saya ambil.”

Lihat selengkapnya