Pertengkaran yang terjadi antara Rosnah dengan Vandi membuat Rosnah gundah. Ia malas jika besok harus diantar dan dijemput Vandi lagi.
Sekarang Rosnah tengah berpikir keras untuk mencari cara supaya motornya bisa cepat-cepat diperbaiki. Bila perlu diganti dengan yang lebih bagus.
Sehabis makan malam, Rosnah mengajak bicara abahnya.
“Bah, besok Rosnah mau angkat sepeda motor ke bengkel, biar diservis.”
“Lho, katanya mau beli baru?”
“Uangnya tidak cukup. Lagipula…”
“Kalau mau diperbaiki, siapa yang angkat? Memangnya Abah mau kamu suruh angkat-angkat? Bengkelnya juga tidak tahu letaknya di mana,” Pak Somad menggerutu. Ia beringsut ke ruang tengah dan menghidupkan televisi.
Waktu itu sedang ada tayangan warta berita. Sepertinya berita lanjutan kemarin.
“Perampokan lagi?” Pak Somad membelalakkan mata.
“Perampok itu diketahui sudah berganti nama, dan salah satunya diketahui berasal dari kampung Randusari. Mereka melarikan diri ke kampung itu…”
“Hah?! Ngawur sekali pembaca berita ini. Mana ada perampok yang berasal dari kampung ini? Dasar pembohong!” Pak Somad mengomel.
Rosnah memperhatikan gelagat abahnya dengan rasa tak suka. Laki-laki tua itu dirasanya terlalu kejam. Abah tak pernah menghiraukan apa yang menjadi keinginannya selama ini. Bahkan untuk menikmati sedikit kesenangan saja Rosnah tak pernah diberi kesempatan. Setiap hari Rosnah harus selalu tunduk dan patuh dengan segala aturan yang dibuatnya. Bangun waktu subuh, membantu emak masak, pergi kerja, dan sehabis kerja tak boleh pergi ke mana-mana. Ia harus membantu abah dan emaknya di rumah dan tak boleh meninggalkan kegiatan keagamaan yang mereka jalani setiap hari. Semua itu sudah dilakukan Rosnah tanpa ada yang tertinggal. Tapi apa yang didapat? Sekarang di saat Rosnah membutuhkan sesuatu yang penting, abahnya tak peduli.
Rosnah jadi gelisah. Otaknya masih berputar mencari cara agar besok ia bisa membawa motornya ke bengkel. Tapi mau minta tolong pada siapa? Selama ini ia tak punya teman laki-laki yang dekat dengannya. Kalau Abah tahu dirinya akrab dengan laki-laki, Abah tak akan segan-segan memarahinya. Rosnah juga tak bisa sembarangan meminta tolong pada teman-temannya. Mereka punya kesibukan sendiri-sendiri.
“Apa saya harus minta tolong pada Vandi?” Rosnah berpikir-pikir lagi. Bagaimana hal itu bisa dilakukannya kalau sekarang saja mereka sudah tidak akur?
“Dengar, Ros!” seru Pak Somad. “Ada anggota perampok yang berasal dari kampung ini dan sekarang sedang bersembunyi. Polisi masih menyelidiki tempat persembunyiannya. Kamu percaya tidak kalau ada perampok di kampung ini?”
“Rosnah tidak tahu!” Rosnah menyahut dengan sewot. Bibirnya cemberut.
“Kamu ini. Diajak bicara orang tua malah marah,” Pak Somad menggerutu lagi.
Rosnah tak menanggapi perkataan abahnya. Ia pergi dan duduk-duduk di teras depan. Saat itu ada Vandi yang sedang bicara dengan seseorang melalui ponselnya.
Usai menelepon, Vandi menoleh ke arah Rosnah.
“Rosnah…, belum tidur?”
Rosnah membisu.