Awal bulan februari bersamaan dengan gerimis yang turun di langit kota Bandung, disaat orang lain masih nyaman berada di tempat tidur berbalut dengan selimut. Sambil memanaskan mesin kendaraan roda duanya, Azka hendak bersiap untuk pergi ke kampus. Hari itu merupakan hari yang paling di tunggu, pihak kampus akan memberikan pengumuman terkait pembagian kelompok KKN. Meskipun cuaca kurang mendukung, dengan menggunakan mantel ponco, Azka berangkat menerobos kawanan gerimis. Sesampainya, sudah banyak mahasiswa yang berdiri berdesakan untuk melihat nama mereka di daftar papan pengumuman.
"Permisi Mas, Permisi Mba."
Azka mulai menggerakan telunjuk jari untuk mencari namanya di daftar, setelah mencari dari atas ke bawah, namanya tercantum di kelompok 145. dari ke-10 nama yang tercantum di kelompok tersebut ada 1 nama yang sudah tidak asing bagi Azka. Dia adalah teman satu kelas Azka di kampus, ya namanya Windra. Azka mulai mengeluarkan Handphone dari saku jaketnya, bermaksud untuk memberitahu Windra jika mereka dalam kelompok yang sama.
belum sempat Azka menekan tombol handphone nya, Windra sudah menelpon Azka lebih dulu. Windra memberitahu Azka jika mereka menjadi teman kelompok di KKN nanti, rupanya Windra sudah datang lebih awal sebelum Azka ke kampus. Mereka berdua membuat janji untuk bertemu keesokan harinya membahas pembentukan Ketua dan program kerja di lokasi KKN.
"Ka, besok jangan lupa ya jam 8 kita bertemu di pelataran masjid kampus, anggota kelompok lainnya juga sudah aku infokan." ucap Windra.
"Waduh, Sepertinya kalau jam 8 aku belum bisa ke kampus, harus bantu-bantu ibu dulu."gumam Azka di dalam hati.
Dalam dunia perkuliahan, KKN menjadi sesuatu yang penting sebagai syarat untuk lulus dan mendapat gelar sarjana. Mahasiswa dituntut mampu mempraktikan ilmu selama perkuliahan untuk di terapkan langsung di lapangan, mereka harus bisa saling kerjasama agar progam kerja yang disusun dapat terlaksana dengan baik. Ini akan sangat menarik, karena sebelumnya mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Berbeda halnya dengan Azka, sebagai Mahasiswa progam studi sosial sudah menjadi hal yang biasa jika harus terjun langsung ke lapangan dan berbaur dengan masyarakat.
Tring..Tringg..Tring
Handphone Azka berdering, Windra terus menghubungi Azka namun tidak ada balasan dan respon. Windra mencoba memberitahu Azka jika semua anggota kelompok sudah berkumpul, dan meminta Azka segera datang lebih cepat karena raut muka dari anggota kelompok ini sudah menampakan kekesalan. Sementara itu, Azka baru sampai di area parkiran kampus.
“Waduh, bisa-bisa kena omel Windra dan teman-teman lainnya nih. Ucap Azka dalam hati.”
Tentu saja Azka datang terlambat, karena sebelumnya dia harus mengantarkan ibunya ke pasar, membuka dan membereskan warung jualan ibunya. Hal ini sudah menjadi rutinitas Azka sebelum berkativitas ke kampus. Dengan berjalan agak cepat, Azka check Handphone nya ternyata Windra sudah menghubunginya lebih dari 10 kali. Dengan Nafas yang terengah-engah Azka sampai di tempat yang sudah di janjikan sebelumnya, ada 3 orang laki-laki dan 6 orang perempuan semuanya menatap ke arah Azka, jelas saja karena Azka sudah telat 1 jam dari perjanjian awal bertemu. Semua tampak kesal, kecuali Windra yang menanggapi dengan santai karena sudah tahu kebiasan Azka. diantara mereka seorang perempuan bernama Hana, tiba-tiba memecahkan keheningan.
“Kemana aja Bos, kita udah nunggu 1 jam, gimana mau bikin program baru awal saja sudah datang terlambat, ketus Hana sambil menyilangkan tangannya.”
“Iya iya, Maaf tadi ada keperluan dulu bantu orangtua, bela Azka.”
"jangan seenaknya gitu donk, alesan aja."timpal Hana.
“Sudah,. Sudah jadi gini Ka, sebelum kamu datang kita sudah berdiskusi dan sepakat bahwa yang akan menjadi ketua kelompok adalah kamu, anggap saja ini hukuman karena kamu sudah datang terlambat dan ini bukan sebuah pilihan jadi kamu harus menerimanya. Jelas Windra.”
Bukan tanpa alasan, Windra mencoba menjelaskan dan meyakinkan semua anggota kelompok. Azka adalah sosok pemuda yang aktif berorganisasi, cerdas dan beberapa kali mendapat beasiswa, Windra yakin Azka mampu memimpin kelompok ini. Berbeda dengan Windra dan anggota kelompok lain, tampak Hana menjadi satu-satunya yang ragu dan tidak setuju jika Azka menjadi ketua kelompok. Bagaimana tidak, awal pertemuan saja sudah datang terlambat, bagaimana mungkin seorang pemimpin tidak memberikan contoh yang baik untuk anggotanya. Apalagi Hana bertugas sebagai bendahara kelompok yang kedepannya akan sering berkomunikasi dengan Azka terkait pembelanjaan kebutuhan dan anggaran kelompok.
berbicara mengenai Hana, Selain memiliki paras yang menarik, Hana adalah seorang wanita yang aktif dan lantang dalam memberikan gagasan, tak heran dia menjabat sebagai anggota BEM di kampus, dia juga terbilang pernah memimpin orasi di depan kampus untuk menyuarakan aspirasi mahasiswa, namanya sudah popular di kalangan mahasiswa dan menjadi primadona di fakultasnya.
“Kenapa harus dia sih yang menjadi ketua, gumam Hana dalam hati.”
Dalam beberapa pertemuan Hana sering mengungkapkan ketidaksetujuannya, jika Azka yang menjabat sebagai Ketua kelompok, bahkan sesekali pernah mengancam akan pindah kelompok jika ketuanya tidak diganti. Hana ingin Windra yang menjadi ketua karena mereka sudah saling mengenal sesama anggota BEM, Windra tersenyum kecil, tentu sebagai teman satu kelas Windra sudah tahu karakter dan pribadi Azka. Dengan bijak, Windra kembali menegaskan pemilihan ketua sudah selesai dan sepakat Azka yang menjadi ketuanya.