Hari ini adalah hari penentuan, apakah Laura diterima atau tidak di Universitas Mackenzie. Sejak pagi, ia selalu membawa ponselnya kemana-mana. Saat sedang sarapan, saat berolahraga, bahkan saat mandi pun dibawa. Ia benar-benar excited menunggu hasilnya.
Setelah menunggu selama berjam-jam, Laura akhirnya menerima pesan e-mail dari pihak kampus. Laura terkejut saat melihat notifikasi itu di layar ponselnya. Ia bahkan tidak berani membuka pesan itu. Ia takut, jika apa yang ia harapkan selama ini tidak terwujud. Akhirnya, ia memutuskan untuk video call dengan Julian.
“Hai,” sapa Julian.
“Hai, kamu udah dapet e-mail dari kampus belum?” tanya Laura penasaran.
“Belum, kamu udah?”
“Udah, tapi aku nggak berani buka,” kata Laura sambil menutup mata dan menggelengkan kepalanya.
“Kenapa? Buka aja, pasti diterima. Percaya deh,” kata Julian dengan penuh keyakinan.
“Nanti deh nunggu kamu, biar bacanya bareng,” balas Laura.
Tak lama setelah itu…
“Ehh, gimana nih?” ucap Julian yang tiba-tiba panik.
“Hah, kenapa?”
“Aku udah dapet e-mailnya.”
“Seriusan? Yaudah kita buka dalam hitungan ketiga ya. Satu, dua, … tiga!”
Laura dan Julian segera membuka pesan tersebut.
“Aaaaaa! Akhirnya aku diterima!” teriak Laura sambil memasang ekspresi senang.
Betapa bahagianya Laura saat mengetahui jika ia diterima di Universitas itu. Kini ia sudah resmi menjadi seorang mahasiswi kedokteran. Ia bahkan melompat-lompat di atas kasur sembari berteriak senang. Namun, Laura berhenti setelah melihat raut wajah Julian yang terlihat datar.
“Kenapa? Kok gitu mukanya?”
“Aku gagal,” jawab Julian dengan senyum terpaksa.
Laura terkejut mendengarnya, kedua matanya melebar dan mulutnya sedikit terbuka, seakan ia tidak percaya jika Julian gagal.
“Tapi bohong! Hahahaha…,” suara tawa Julian terdengar menjengkelkan bagi Laura.
“Ih nggak lucu!” sahut Laura sembari memajukan bibirnya dan memalingkan wajahnya dari kamera.
“Bercanda doang Ra.”
Tutt
Laura mengakhiri panggilan video itu karena ia sudah malas dengan kelakuan Julian yang selalu menyebalkan. Laura beralih untuk menghubungi Steve. Namun, ia hanya berani bertanya melalui chat. Tidak disangka, Steve ternyata juga diterima di Universitas itu, di jurusan yang sama pula. Sepertinya, mereka akan sering bertemu besok.
Kemudian, Laura bergegas keluar kamar dan turun mencari orang tua dan kakaknya. Untung saja hari ini adalah hari minggu, sehingga Laura bisa menyampaikan kabar gembira itu secara langsung kepada mereka.
“Ma, Pa!” panggil Laura dari tangga.
Raut wajah Laura menjadi sangat senang ketika melihat kedua orang tuanya sedang berada di ruang keluarga. Ia berlari kecil ke arah mereka dengan ponsel di genggamannya.
“Ada apa Ra?” tanya Papa Laura.
“Iya, kok keliatannya seneng banget. Pasti soal cowok ya?” kali ini Mama Laura yang bertanya.
“Ih, Mama ini. Dikit-dikit nanyain cowok,” jawab Laura cemberut.
“Ya terus apa dong, kalo bukan cowok?” tanya Papa Laura.
Laura segera memberikan ponselnya kepada kedua orang tuanya, mengisyaratkan untuk melihat ponselnya. Mama Laura kemudian segera mengambil ponsel Laura, dan segera membaca pesan e-mail yang sudah Laura buka.