BUKAN KISAH SINETRON

Rudie Chakil
Chapter #10

Petaka Foto

Sepuluh hari kemudian, aku pulang berlayar. Aku langsung menuju lapak kelapa Joni untuk mencari informasi. Baru juga tiba di muka kios, aku dikejutkan oleh kerasnya suara Joni yang tengah memaki-maki tiga orang remaja yang lari berhamburan. Joni pun keluar kios sambil menenteng golok. Ketika melihatku berdiri di depan kios, wajah pria berkulit hitam yang sedang marah itu seketika berubah senyum.

Aku lantas bertanya; ada apa?

Joni bilang kalau tiga remaja itu pada awalnya bertanya, apakah kios ini menjual lengkuas? Tentu saja Joni menjawab tidak ada, orang agen buah kelapa, memangnya toko kelontong sayur. Tiga remaja usil itu kemudian bertanya lagi; terus, jual senar gitar enggak?

Wah, ini memang bocah-bocah kurang ajar. Itulah kenapa dia naik darah hingga ke luar kios membawa alat pembelah kelapa itu. Hahaha. Sungguh, aku tertawa geli memahami perihal kejadian ini. Ada-ada saja.

Joni lantas menyediakan satu buah kelapa muda untukku. Aku segera duduk dan berbincang-bincang dengannya. Kabar sore kelabu pun datang. Dia bilang Astrid masih melakukan hal yang sama. Bahkan hari Sabtu Minggu kemarin Astrid sama sekali tidak berada di rumah. Ia berangkat seorang diri pada hari Jumat malam, dan pulangnya pada Minggu sore. Bahkan meninggalkan Fauzan di rumah.

Saat dalam perjalanan pulang tadi, aku memang sudah mempersiapkan diri apabila mendengar kabar paling buruk sekali pun. Maka, ketika Joni memberitahukan kenyataan pahit yang musti aku terima, sikapku biasa saja. Sangat tenang, dengan raut wajah datar.

Aku paham, Astrid pasti melakukan itu.

Joni juga sempat menyelidiki lebih jauh. Entah mendapat informasi dari mana, pria yang usianya lima tahun lebih tua dariku itu sudah mengantongi nama, alamat, berikut latar belakang mengenai si pria selingkuhan.

Ya sudah. Aku cukup puas mengetahui informasi tersebut. Aku lantas pulang dengan rasa hati yang sudah tawar. Dan seperti biasa, ketika aku sudah di rumah, istriku bersikap seakan tidak ada gemericik apa-apa. Pada keesokan harinya terjadi hal serupa seperti tempo hari yang lalu. Mungkin Indri —istri dari pria selingkuhan— juga merasa jika suaminya tidak ada di rumah pada hari Sabtu Minggu, kemudian ketahuan berselingkuh dengan Astrid. Demikian, dugaanku.

Siang hari saat sedang bersantai di depan televisi, aku kedatangan paket boks tertutup. Aku menerima dan menaruhnya di atas laci meja kamar. Tanpa harus membuka, aku sudah bisa menebak kalau isi paket tersebut adalah barang-barang abnormal seperti kiriman tempo lalu.

Tidak salah. Sore hari setelah dibuka ternyata isinya potongan kepala kucing. Ya, wajar. Astrid yang memang kurang ajar dan musti ditatar. Namun, biar sudah begitu, perempuan yang selalu berpakaian seksi saat di rumah ini tetap saja bersikap apatis.

Beberapa hari kemudian, kejadian buruk kembali terulang. Kali ini bukan sekadar paket ancaman, akan tetapi sesuatu yang jauh lebih memalukan. Hari itu kalau tidak salah adalah hari Kamis. Sore hari, Nenek Yussi pulang dengan terburu-buru, hendak mengatakan sebuah hal dengan terbata-bata. Bahkan saat masuk rumah sikapnya seperti orang yang jantungnya mau copot.

Wanita setengah baya berambut lurus berkulit langsat itu bilang, jika beberapa orang di jalanan tengah berkerumun. Mereka sedang memperhatikan foto Astrid bersama seorang pria. Di bawah foto tersebut tertulis kata 'selingkuh'. Kemudian di samping foto itu ada satu foto lagi, yaitu foto pria dengan seorang wanita, di bawahnya bertuliskan kata 'suami istri'. Kedua foto tersebut ditempel di tembok-tembok rumah warga dan di tiang listrik. Persis seperti iklan sedot WC.

Lihat selengkapnya