BUKAN KISAH SINETRON

Rudie Chakil
Chapter #13

EPILOG : Semesta Tertawa

"Hah! Serius, Beh ... Babeh membunuh istri sendiri?"

Ikhsan terperangah, bertanya dengan wajah tak percaya. Kelopak matanya beberapa kali berkedip karena berpikir dalam-dalam. Alex pun tersenyum kaku dan ganjil, tatapannya seakan berbayang.

"Oh, tidak ... tidak. Itu adalah orang lain, sisi diriku yang satunya lagi. Lagi pula itu murni kecelakaan karena kerusuhan Mei 98'," jawab penjual kopi bertopi hitam itu.

"Hmmm ... iya, Beh, ada saksinya juga yaa, Beh, teman kantornya Ibu Astrid. Berarti ini memang murni kecelakaan yaa, Beh." Ikhsan tampak mendukung pemikiran Alex. Ia tidak mengetahui jika wanita yang dimaksud adalah kakak iparnya Astrid. Alex tidak menceritakan hal tersebut kepadanya.

"Ya, benar." Pria tua itu lalu menatap langit jingga yang mulai memasuki senja hari. Ia menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan-lahan.

Ikhsan lantas mengambil uang dua ratus ribu dari kantong celana.

"Beh ... saya mau mengucapkan terima kasih banyak, Beh. Mendengar cerita Babeh, saya mendapat ide yang melimpah-ruah untuk bikin cerita. Sekarang udah mau Magrib, saya mau pulang dulu, mau bikin cerita seperti yang Babeh bilang, seperti film The Others." Ikhsan pun beranjak dan menggapai tangan Alex.

Mohon diterima ya, Beh." Ia langsung menutup jari-jari tangan pria tua itu agar tidak menolak pemberiannya.

"Ya, terima kasih juga. Aku doakan semoga karyamu bisa menang," tutur Alex.

"Aaamiiiiiin. Sekali lagi makasih yaa, Beh."

Pemuda berpostur tinggi langsing itu melangkah menuju motor, dan dengan segera ia menyalakan mesin motor, kemudian melesat meninggalkan tempat itu.

Jarak sekitar tiga kilometer, Ikhsan berhenti di pinggir jalan. Napasnya tersengal tak teratur. Sekujur tubuhnya bergetar hebat, terlebih kedua tangan dan kakinya. Ia sungguh merasa sangat ketakutan. Ia paham, apa yang diceritakan Alex merupakan sesuatu yang benar-benar terjadi. Namun dengan versi yang berbeda. Bahkan ketika mengambil ponsel dari kantung celana, tangannya masih saja bergetar.

"Bang Fauzan ... gue dah dapat rekamannya. Selepas salat Magrib, gue langsung cuz ke sana." Ikhsan lantas mengirimkan pesan suara.

Setelah itu ia kembali bergegas melajukan kendaraan. Sepanjang perjalanan, ia berharap, semoga bukti percakapan yang telah ia rekam dan masih tersimpan di poselnya mampu menjerat Alex ke pihak berwajib, untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dua puluh lima tahun yang lalu. Sedikit banyak ia sudah mendengar cerita sesungguhnya dari Fauzan, anak Astrid.


Pseudologica fantastica. Adalah penyakit mental yang dapat membuat pengidapnya menjadi sangat pandai berbohong, licik, kacau, dan tidak pernah menemukan jati diri yang sesungguhnya. Dan yang lebih ironis, pengidap penyakit ini tidak dapat disembuhkan sampai kapan pun. Alex mengidap penyakit ini, atau bisa dikatakan sisi kejiwaannya bermasalah.

Selain punya penyakit itu, Alex juga seseorang yang bersifat koleris akut, meskipun gestur tubuhnya tampak sangat tenang.

Dua kondisi psikis di atas menjadikan Alex mutlak mengalami gangguan mental permanen, yakni seseorang yang berjiwa psikopat.

Tidak seperti yang diceritakan, bahwa dia dan Astrid adalah sepasang suami istri.

Tidak sama sekali!

Pada kenyataannya, Astrid merupakan seorang janda beranak satu —Fauzan— dan hidup secara mandiri, bahkan juga menghidupi ibunya —Yussi.

Alex benar sangat mencintai Astrid. Maka, ia memulai cerita dengan hubungannya bersama Astrid dalam kerangka suami istri, Fauzan dianggap sebagai anak, dan Yussi dianggap sebagai ibu mertuanya. Padahal semua itu hanyalah halusinasinya. Obsesinya terhadap Astrid teramat sangat besar.

Astrid mengetahui bahwa Alex adalah seseorang yang memiliki penyakit jiwa —dalam hal ini bukan seperti ODGJ di rumah sakit, tetapi sebuah gangguan mental yang cukup parah. Jadi, Astrid dengan serius telah menolak cintanya Alex.


Pertemuan mereka saat pertama kali, memang benar seperti apa-apa yang diceritakan oleh Alex. Namun pria itu tidak mengatakan kepada Ikhsan, bahwa Astrid membeli pampers dan segala perlengkapan bayi.

Saat Alex mencari informasi tentang latar belakang Astrid, ia mengetahui jika rumah sederhana milik Astrid hendak dijual guna biaya operasi ayahnya yang sedang sakit —dan meninggal beberapa bulan kemudian. Kemudian setelah membeli rumah lewat tangan orang lain, Alex mengadakan PDKT, bahkan memberikan kunci rumah itu dan juga mobilnya pada Astrid yang sudah tinggal di rumah Yussi.

Alex benar banyak membantu Astrid soal keuangan, lantaran dirinya memang anak seorang yang kaya raya. Namun Astrid sama sekali tidak pernah meminta pada pria pengangguran yang banyak uang itu. Ya. Cita-cita Alex sejak kecil adalah menjadi seorang pelaut, tetapi tubuhnya tidak tahan dengan kondisi ombak besar. Kedua orang tuanya pun melarang pria itu untuk berlayar. Maka ia berkata halu, jika dirinya seorang sailor.

Saking kerasnya ia berusaha menggapai cinta Astrid, ia lantas bikin settingan dengan menyewa tiga orang preman untuk memalak Astrid, kemudian menjadi pahlawan penyelamat. Dalam hal ini cukup berhasil. Ia mendapat sedikit rasa simpati dari Astrid yang tak tahu akan sandiwara dirinya.

Dalam halusinasinya, Alex berkata, jika Fauzan adalah anak dari hasil hubungannya dengan Astrid. Dia juga berkata, supaya Astrid lekas pindah dari rumah Yussi. Padahal, Alex memang ingin sekali menikah dan tinggal bersama Astrid. Namun semua itu hanya ada dalam impian.

Alex kemudian berkata, bahwa Yussi mendukungnya. Ya. Lantaran Yussi melihat kekayaan dan senang bilamana Alex menjadi menantunya. Itu merupakan hal yang wajar. Namun Astrid tahu, bahwa pria itu sungguh pandai bersandiwara.

Lihat selengkapnya