“Shitt, macet! Kenapa harus banyak sekali mobil di jalan-jalan Jakarta..? Mereka gak tahu ya kalau aku lagi mau ada momen yang berharga banget..?” Gerutu Arimbi ketika tiba di gerbang gedung kantor, melihat kondisi jalan malam itu.
—---
Jakarta, era tahun 2003-2006.
Saat itu kemacetan di jalan-jalan protokol Jakarta seperti Sudirman, Gatot Subroto, dan MT Haryono memang mencapai tingkat yang luar biasa, terutama di jam pulang kantor. Ribuan kendaraan tumpah ruah, membuat arus lalu lintas nyaris tak bergerak. Mobil pribadi, motor, bus kota seperti Metromini dan Kopaja, serta taksi-taksi dari berbagai perusahaan seperti Blue Bird, Express, dan Gamya, saling berebut ruang di jalanan yang terasa semakin sempit. Klakson kendaraan bersahutan tanpa henti, menggambarkan betapa tegangnya situasi di jalanan saat itu.
Kondisi jalan yang padat membuat laju kendaraan terhenti total di beberapa titik. Taksi-taksi yang penuh penumpang terjebak dalam antrean panjang, dengan pengemudi yang tak bisa berbuat banyak selain mengikuti arus kendaraan yang merayap. Sementara itu, penumpang di dalamnya hanya bisa menghela nafas panjang, mengandalkan pendingin udara sambil berharap kemacetan segera terurai. Metromini dan Kopaja yang sarat penumpang berdiri berdesakan, berhenti sembarangan, menambah semrawutnya suasana jalan raya.
Meskipun TransJakarta sudah mulai beroperasi sejak awal 2004, kemacetan tetap menjadi pemandangan sehari-hari di Jakarta. Taksi-taksi yang biasanya menjadi pilihan nyaman bagi banyak pekerja kantoran pun tak mampu melarikan diri dari kekacauan lalu lintas. Di era masa tersebut, jalan-jalan protokol Jakarta adalah lautan kendaraan yang tak bergerak, meninggalkan para pengendara dan penumpang terperangkap dalam kesabaran yang kian menipis di tengah hiruk-pikuk kemacetan sore hari.
—--
Tidak ada pilihan lain, sebuah taksi tanpa nama terpaksa dihentikan demi mengejar waktu yang semakin mepet. Dengan terburu-buru, Arimbi membuka pintu taksi, lalu masuk dan duduk di dalamnya.
“Sudirman, Pak!” Perintah Arimbi kepada sang supir. “Tolong jangan lupa kunci pintunya.” Kemudian mobil tersebut meluncur membelah jalan padat Jakarta.
Handphone Arimbi bersiul lagi, dan satu pesan terbaca: [SMS received] Pangeran: Jadi ketemu kan?
“Belahan jantungku..! Dia menungguku..! Bahagianya..!!! Fiuh, kalau sedang jatuh cinta, semua orang memang jadi norak seperti ini. Gabungan dari bahagia, sayang, harapan, takut kecewa, kangen. Semua berkumpul menjadi satu,” gumam Arimbi.
[SMS Delivered] Arimbi: Yup, aku udah di jalan, Tunggu yaa.
—-