Bukan Lelaki Arimbi

Shinta Larasati Hardjono
Chapter #21

Menuju Rencana Mbak Didi

“Rimbi,” Suara dari luar pintu kamarku terdengar pelan.

Mbak Didi masuk, lalu duduk di pinggir tempat tidurku. "Hari ini pulang kantor, lo mau ke mana?" Tanyanya.

“Gue gak ada rencana ke mana-mana. Kenapa?” Aku balik bertanya.

“Besok pagi tolong anterin gue ke sana,” pinta Mbak Didi.

Aku terdiam sejenak, berpikir, "Tempat itu ya?" Batinku. Seketika pertempuran batin antara mengatakan "Ya" atau "Tidak" kembali muncul.

“Lo bisa kan? Tapi harus pagi-pagi, Sabtu Minggu praktiknya cuma sampai jam lima sore, by appointment” lanjut Mbak Didi.

“Ya, oke. Besok pagi kita jalan. Mau jam berapa?” Tanyaku pasrah.

“Jam sembilan gimana? Atau jam delapan sekalian, biar lebih aman?”

“Bebas sih gue. Emangnya lo udah yakin?”

“Gak ada jalan lain, Rimbi. Semua jalan rasanya ketutup. Cuma itu satu-satunya cara,” jawabnya tegas.

“Lo gak mau pikir-pikir lagi? Masih ada waktu, Mbak. Siapa tahu ada jalan lain,” aku mencoba memberinya pilihan.

“Gak ada, Rimbi,” jawabnya sambil menggeleng pelan.

"Ya sudah. Besok jam delapan kita cabs," aku akhirnya menyetujui, sambil memilih baju yang akan kupakai ke kantor hari ini.

—-

Pagi tepat jam delapan, aku dan Mbak Didi berangkat. Lalu lintas Jakarta cukup padat, meski ini hari Sabtu.

Dari posisi dudukku, aku bisa melihat wajah Mbak Didi yang tegang. Wajar saja, hari ini dia akan menjalankan rencananya untuk menggugurkan janin yang dikandungnya. Aku membayangkan jika aku berada di posisinya, pasti aku akan merasakan kecemasan yang sama, dan mungkin akan bertindak yang sama.

“Pasang radio dong, Mbak,” kataku, mencoba mencairkan suasana.

“Pasang aja, Rim. Gue lagi nyetir, susah buat cari frekuensi yang pas,” jawabnya.

Aku menyalakan radio dan mencari stasiun yang kami sukai, "Yang ini aja ya, Mbak. Lagunya enak-enak, gak ada iklan."

Lihat selengkapnya