Bukan Lelaki Arimbi

Shinta Larasati Hardjono
Chapter #22

Keponakanku Sehat

Ruangan dokter Syarief terasa nyaman dan hangat, tidak seperti ruang dokter pada umumnya yang serba putih dan berbau obat. Ruang ini luas, dengan dominasi warna merah. Sebuah sofa kulit coklat tua bergaya Eropa terletak di tengah ruangan, lantainya dilapisi permadani merah, dan dindingnya dihiasi wallpaper merah. Bau harum aroma terapi memenuhi udara, menambah kesan tenang.

“Selamat pagi, Ibu Prameswari. Apa yang bisa saya bantu?” Suara dokter Syarief menyambut kami saat masuk. “Silakan duduk. Saya dokter Syarief,” ia memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan ke arah Mbak Didi.

Mbak Didi menyambut tangan dokter, lalu duduk di hadapannya, “Selamat pagi, Dok. Terima kasih.”

“Ada keluhan apa, Bu?” Tanya dokter Syarief.

“Saya ingin memeriksakan kandungan saya, Dok.”

“Silakan tiduran, Bu. Saya akan memeriksa kandungan Ibu dulu, ya,” katanya sambil mengarahkan Mbak Didi ke tempat tidur periksa.

Agak lama dokter Syarief memeriksa kandungan Mbak Didi, sebelum akhirnya berkata, “Janin sehat, Bu. Selamat, janin Ibu dalam kondisi baik.”

“Kira-kira usianya berapa, Dok?” Tanya Mbak Didi.

“Kapan terakhir kali Ibu melakukan test pack?”

“Hampir dua minggu lalu.”

“Dari data yang Ibu lengkapi di formulir, usia janin Ibu sekitar empat bulan,” jelas dokter Syarief, “Namun, untuk memastikan, saya akan melakukan tes ultrasonografi, atau USG, untuk mengetahui detak jantung janin.”

Suster segera menyiapkan alat USG. Dokter Syarief dengan tenang dan fokus melanjutkan pemeriksaannya. Setelah selesai, ia berkata, “Sudah selesai, Bu Prameswari. Janin Ibu berusia empat bulan. Janin Ibu sehat, selamat ya. Jangan lupa makan makanan sehat, sayur, buah, dan minum susu untuk ibu hamil.”

Dokter Syarief menuliskan resep vitamin untuk Mbak Didi. Di sinilah Mbak Didi akhirnya membuka percakapan yang sebenarnya, “Dok, saya merasa tidak bisa mempertahankan janin ini. Apakah dokter bisa membantu saya?”

Lihat selengkapnya