Bukan Lelaki Arimbi

Shinta Larasati Hardjono
Chapter #31

Alfian Dijemput Papi

Mbak Didi benar-benar terpuruk setelah mengetahui bahwa Alfian telah menipunya mentah-mentah. Semua yang dikatakan Alfian selama ini hanyalah kebohongan. Sambil menangis dalam hati, Mbak Didi meraba perutnya yang mulai terlihat membesar. Blazer yang biasa dipakai sehari-hari ke kantor sudah tidak lagi mampu menutupi perutnya.

"Ya Allah, tolong tunjukkan aku jalan keluar dari semua masalah ini. Sembuhkan kesakitan yang aku rasakan dan berikan masa depan yang baik untuk anakku," gumam Mbak Didi dalam hati sambil menahan air mata.

—-

Keesokan paginya, suasana sarapan di rumah kami terasa tegang. Kami semua tahu bahwa masalah ini belum selesai, dan sesuatu harus dilakukan segera.

“Papi nanti akan ke kantormu, Didi,” kata Papi membuka percakapan.

"Jam berapa, Pi?" Tanya Mbak Didi, mencoba menahan rasa cemas yang terpancar di wajahnya.

“Setelah jam makan siang,” jawab Papi sambil mengaduk kopi yang belum tersentuh.

“Kantor? Papi datang ke kantor untuk apa?” Mbak Didi bertanya penasaran, meski sebenarnya sudah menduga jawabannya.

“Untuk jemput laki-laki itu,” kata Papi tegas, menatap Mbak Didi dengan penuh arti.

Aku yang duduk di sebelah Papi ikut merasa khawatir. Sepertinya Papi masih sangat marah setelah pertemuan dengan ayah Alfian. “Papi mau aku temenin?” Tanyaku, menawarkan diri.

“Tidak perlu, Nak. Kamu bekerja saja seperti biasa. Tapi papi minta kalian pulang lebih cepat hari ini karena kita semua akan pergi ke Cipayung,” jelas Papi.

"Cipayung? Ngapain kita ke Cipayung?" Gumamku dalam hati. "Lagi dalam situasi kayak begini, Papi malah ngajak ke Cipayung?”

“Di Cipayung ada seorang kyai yang bisa membantu menyelesaikan masalah Didi,” jawab Mami, melanjutkan percakapan.

Aku terdiam. Mbak Didi hanya mengangguk pelan, tampaknya setuju tanpa banyak pertanyaan.

“Baik, Mi,” jawab kami bertiga serentak. Kami tahu hari ini akan panjang dan berat.

“Krisna, kamu juga harus ikut. Kita akan pergi naik dua mobil. Rimbi, ajak Hans juga seperti kemarin,” perintah Mami kepadaku.

Aku langsung merasa kesal. “Hans lagi?” Gumamku dalam hati. “Kenapa Mami terus-terusan suruh ajak dia? Aku lagi cari cara buat mutusin dia, malah disuruh ngajak terus.”

Lihat selengkapnya