Masalah demi masalah mbak Didi diselesaikan satu persatu oleh mami papi.
Mulai dari mencari laki-laki buaya darat yang bernama Alfian yang sudah menghamili mbak Didi, mendatangi langsung dan meminta pertanggung jawaban ke keluarga Alfian, sampai pergi ke Cipayung menemui seorang Kyai untuk mengusahakan cara agar bayi yang akan lahir nanti bisa memiliki Akta Lahir.
Namun cobaan datang lagi. Beberapa hari kemudian saat kami sedang makan malam bersama, Mba Didi bercerita bahwa namanya disebut-sebut dalam sebuah rubrik berjudul Surat Hati Karyawan pada sebuah Newsletter yang terbit bulanan di kalangan internal kantornya.
Dalam rubrik tersebut tertulis salah seorang karyawan menulis keberatan dan keheranannya mengapa mbak Didi tidak dipecat dari kantor. Karena perbuatan mbak Didi sudah jelas-jelas merusak brand image kantor.
Kantor tempat mbak Didi bekerja adalah sebuah bank bertaraf internasional. Setiap karyawannya, wajib menjaga image baik bank tersebut. Mulai dari seragam yang harus terlihat sangat rapi, blazer yang wajib dipakai ketika berada area kantor, juga sepatu yang diseragamkan harus selalu terlihat bersih dan mengkilap. Begitu pula dengan attitude masing-masing karyawan harus sangat diperhatikan dan dijaga.
Salah satu karyawan yang merasa keberatan tersebut menumpahkan kekesalannya dengan kalimat-kalimat tajam dan sangat menyudutkan mbak Didi.
“Ada karyawan perempuan di bagian back office yang hamil. Ini bagaimana ya HR-nya? Yang karyawan laki-lakinya dipecat, tapi karyawan perempuannya kok masih bebas jalan-jalan, ketawa-ketiwi dan bekerja di kantor ini. Ini jelas-jelas perbuatan dua orang, kenapa hanya satu yang dipecat. Seharusnya dua-duanya dong. This is really not fair for all of us! Kita semua bisa kecipratan image buruk. Kalau yang satu tetap bisa mencari nafkah di sini, kenapa yang satunya lagi gak boleh? Yang laki-laki juga tetap butuh menafkahi keluarganya. Lebih baik yang perempuan aja yang dipecat, karena cuma diri dia sendiri yang harus dinafkahi, sementara yang laki-laki ada lima mulut yang harus dikasih makan. Kalau perempuannya yang dipecat, image kantor bisa diselamatkan. Karena yang kelihatan gendut kan perut si perempuan, bukan perut si laki-laki.”
Mami papi hanya diam seribu bahasa mendengarkan cerita dari mbak Didi.
Pemecatan akan membuat mbak Didi kehilangan pekerjaan. Sementara saat ini mbak Didi sangat membutuhkan pekerjaan.
Selain itu, mbak Didi pasti akan menjadi lebih down dan depresi. Hal ini bisa berbahaya pada kesehatan bayi yang sedang dikandungnya.
Di atas meja makan, mbak Didi menunjukkan dan memberikan selembar Newsletter tersebut kepada mami papi, di mana identitasnya disebut-sebut.
—-
Keesokan harinya, jam sembilan pagi mami papi sudah sampai di gedung kantor mbak Didi. Seperti yang sudah diberitahu oleh Mba Didi sebelumnya, mami papi langsung menuju lantai delapan untuk menemui Pak Julius Bambang, Personalia Manager di kantor kakakku.
Ruang kantor pak Julius sangat bersih dan didominasi dengan warna krem. Mulai dari warna cat ruangan, sofa sampai dengan satu set perlengkapan alat tulis yang disusun dengan rapi di atas meja kerjanya.
“Selamat pagi, Pak, Bu. Perkenalkan saya Julius Bambang, Personalia Manager di sini. Bagaimana, ada yang bisa kami bantu?” Sambut Pak Julius sambil tersenyum ramah dan memperkenalkan diri.
“Selamat pagi juga, Pak Julius. Saya Irawan Hilman Mintohardjo. Kami orangtua dari Prameswari Didi Mintohardjo. Putri kami bekerja di kantor ini, di bagian back office,” kata papi.
“Oh Bu Prameswari. Ya, ya, saya sangat mengenal Bu Prameswari. Beliau salah satu karyawan kami yang berdedikasi tinggi terhadap kantor kami. Beliau juga termasuk karyawan lama di sini. Lalu ada keperluan apa, Pak, Bu?” Lanjut Pak Julius bertanya lagi.
“Begini, Pak Julius. Kemarin putri kami menunjukkan kepada kami mengenai identitasnya yang disinggung-singgung di sebuah Newsletter internal kantor yang terbit bulan ini.”
“Ya, lalu?”
“Pada salah satu rubrik suara keluhan karyawan, pihak personalia diminta untuk memecat putri kami dikarenakan keadaannya yang sekarang menimpanya sekarang,” papi mulai menjelaskan.