Bukan Lelaki Arimbi

Shinta Larasati
Chapter #39

Chapter tanpa judul #39

“Rimbi.”


“Apa?” 


Yerry menatap Arimbi dalam-dalam. Diam sejenak. 


“Ayo terusin lagi cerita tentang kamu dan Hans. Tadi kan sempet keputus ceritanya. Ada masalah apa sih sebenarnya? Aku ada disini untuk mendengarkan kamu bercerita,” kata Yerry.


“Aku udah gak cocok lagi, Yer, sama Hans,” Arimbi mulai menjelaskan.


“Gak cocoknya di sebelah mana sih? Aku lihat dia cowok yang baik.”


“Kamu kan gak tau gimana Hans sebenarnya. Aku yang ngejalanin hubungan sama orang itu. Bukan kamu.”


“Iya, I know. Tapi kamu sama Hans udah jalan lumayan lama lho. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar.”


“Buat aku, lebih baik terlambat menyadari daripada lebih lama lagi atau gak sama sekali.”


“Maksud kamu?”


“Aku gak cinta sama Hans, Yer.”


“Gak cinta tapi kok bisa pacaran selama tiga tahun. Kamu itu sadar gak sih sama apa yang kamu bicarakan.”


“Aku serius. Ini beneran, Yer. Kamu kan tahu waktu aku pertama mutusin mau pacaran sama Hans itu karena apa?”


“Karena apa?” Yerry mengernyitkan dahinya ingin tahu.


“Karena aku ingin merasakan seperti apa sih rasanya punya pacar.”


“Cuma karena itu?” Tanya Yerry. 


Yerry terkejut mendengar pengakuan yang dikatakan Arimbi. Yerry mencoba memandang mata Arimbi dalam-dalam. Ada kejujuran di sana. 


Yerry memang selalu percaya dengan Arimbi. Karena dirinya paham betul, Arimbi adalah seseorang yang menempatkan sebuah kejujuran di tempat teratas di kehidupan.


“Iya, karena itu. Aku kan sudah pernah cerita ke kamu. Kamu lupa?”


“Kamu gak pernah cerita soal ini ke aku, Rimbi. Menurut aku, pengakuan kamu ini sebenarnya agak mengada-ngada.”


 “Mengada-ngada gimana? Maksud kamu aku bohong?”


“Bukan. Tapi secara logika, waktu tiga tahun yang lalu kamu memutuskan pacaran sama Hans, kamu udah bukan anak SMP. Kamu udah dewasa. Harusnya kamu bisa berpikir lebih wise. Bahwa apa yang kamu putuskan selanjutnya akan bisa membawa efek lain ke depannya. Masa sih kamu gak berpikir sampai ke sana?”


“Aku gak ngerti deh arah pembicaraan kamu ke mana.”


“Contohnya sekarang, Kamu jadi bete, kerjaan jadi keganggu, mood kamu juga jadi rusak melulu kan. Karena Hans. Karena Hans neror kamu terus. Dia gak mau diputusin. Dia gak percaya sama alasan yang sudah kamu berikan ke dia. Waktu tiga tahun yang lalu apa kamu gak berpikir bahwa hal-hal yang kayak gini mungkin saja bisa terjadi?”


“Ya gak lah… Aku kan bukan cenayang,” jawab Arimbi mulai cemberut.


“Jangan ngambek dong. Point aku adalah, walaupun buat kamu dia hanyalah seorang Hans, tapi dia juga manusia, Rimbi. Punya hati, punya rasa. Kamu sama aja udah mainin perasaan Hans lho kalau kaya begini.”


“Aku gak mainin Hans, Yer. Selama tiga tahun kan aku juga berusaha buat suka dan sayang sama Hans. Tapi aku gak berhasil. Sikap Hans juga ajaib. Kaya orang psycho. Kamu menyaksikan sendiri tadi handphone ku bunyi terus gara-gara SMS sama telepon dari Hans gak berenti-berenti.”


“Karena kamu gak angkat teleponnya, dan gak bales SMS-nya.”


Yerry menarik napas panjang. Mencoba mendengarkan penjelasan Arimbi lebih jauh.

Lihat selengkapnya