Bukan Lelaki Arimbi

Shinta Larasati
Chapter #41

Desakan Papi Mami

Meeting brainstorm proposal klien hari ini sudah berlangsung selama dua jam lebih. Padahal jam sudah menunjukkan jam enam sore lewat sepuluh menit. Sudah lewat dari jam pulang kantor yang seharusnya. 


"Bisa-bisa kena omel mami lagi ini kaya kemarin. Hari ini bisa jadi malah pulang lebih malam."


Kepala Arimbi rasanya sudah berasap. Sudah merasa letih karena otak dipaksa berpikir mengeluarkan ide-ide baru.


“Masih ada proposal lain yang harus dikejar malam ini gak ya? Gue udah cape banget pengen balik. Atau besok kita terusin lagi,” Arimbi berkata ke forum peserta meeting.


Steven, salah satu team account merespon perkataan Arimbi, “Gak bisa, mbak Rimbi. Proposal ini memang harus disubmit besok pagi sebelum lunch time. Kalau gak kelar malam ini, kapan gue ngerjain proposalnya, Mbak?”


“Yowis, gue pengen sebats dulu deh bentar ya. Sekalian ngabarin nyokap gue. Lo semua lanjut aja terus. Gue bentar doang kok, pengen ke toilet juga” kata Arimbi sambil bangkit dari kursi meeting, lalu berjalan keluar ruang meeting.


“Oke, Mbak,” jawab Steven. 



“Malam, Mami Papi,” Arimbi memberikan salam ke orang tuanya.


Mami papi sedang duduk di meja makan. Sepertinya baru selesai menyelesaikan makan malam.


“Malam, Rimbi. Kok baru pulang si, Nak? Udah malem ini,” sambut mami.


“Kan tadi aku udah izin dan ngabarin mami. Ada meeting proposal klien yang buat dikasih besok pagi. Jadi emang harus dikelarin malam ini,” jawab Arimbi sambil melangkah mencuci tangan.


“Ayo makan dulu,” mami berkata lagi.


Arimbi duduk, mengambil piring, nasi, lauk. 


“Besok akan pulang malam lagi, Rimbi? Meeting apa sih tadi? Meeting atau kamu pergi ke mana, jangan suka bohong,” mami bertanya penuh kecurigaan.


“Meeting beneran, Mami. Meeting di kantor, gak ke mana-mana. Lagian emang aku mau kemana? Mami kira aku boongin mami ya?” aku menjawab mulai agak kesal. 


“Belum lagi macet. Jalan pulang dari kantorku kan macetnya juara, Mi, Pi. Aku harus nyari taksi, dan lama karena taksi yang lewat kebanyakan udah ada penumpangnya, jarang ada taksi yang masih kosong,” sambungku lagi mencoba menjelaskan situasi dan kondisi.


“Papimu selalu pulang dari kantor masih terang, dan sampai di rumah paling telat jam tujuh setengah delapan bisa lho,” mami berkata lagi.


“Ya beda lah. Papi kan pegawai negeri. Aku pegawai swasta,” Arimbi menjadi makin kesal karena dicurigai macam-macam.

Lihat selengkapnya