[Sabtu, 23:38 WIB]
[One message delivered] Arimbi: Udh tidur?
[One message received] Yerry: Lagi ngebir sama anak2, knp sayang
[One message delivered] Arimbi: asik bgt, bantuin aku besok bawa barang ke kosan ya
[One message received] Yerry: iya, jam brp
[One message delivered] Arimbi: pagi, bs?
[One message received] Yerry: ok tuan putri, mami papi kamu gmn
[One message delivered] Arimbi: baru jalan ke cibinong hehe
[One message received] Yerry: badung dan keras kepala. bsk aku bantuin
[One message delivered] Arimbi: hehe. mksh ayang. jgn mlm2 plg, jaket helm dipake
[One message received] Yerry: iya manis
[One message delivered] Arimbi: ih najong
[One message received] Yerry: ha3 dipuji manis malah bilang najong. tdr gih istirahat bsk jd kuli
[One message delivered] Arimbi: ha awas kau bpk kos bersarung. dagh sayang, cu tom
[One message received] Yerry: daa ayang
—
Keesokan harinya di hari Minggu, Arimbi mengambil langkah besar di kehidupannya. Sudah bangun sejak pukul lima subuh, Arimbi mulai sibuk mencatat barang-barang yang akan dibutuhkan nantinya di kos. Beragam baju-baju, aksesoris, sepatu, tas, sandal, peralatan make up, keperluan mandi, hair dryer, jam weker, dua set sprei.
“Aku tidak bisa hidup dalam tekanan. Aku tidak bisa menikah dengan Hans,” gumam Arimbi dalam hati.
Setelah semua barang-barang selesai dipacking dengan rapi ke dalam beberapa tas traveling, Arimbi segera mandi dan berpakaian.
—
[07:12 WIB]
[One message delivered] Arimbi: Pagi ayang, dimana, udah jalan belom?
[One message received] Yerry: Pagi manis, ini udah mau jalan.
[One message delivered] Arimbi: Cepetan sii kasep, nanti masih harus beresin barang lagi di kosan. Besok udah senin masuk kerja.
[One message received] Yerry: Oceh geulis, sakedap.
[One message delivered] Arimbi: Iye bapak kos bersarung, alias lutung kasarung.
[One message received] Yerry: Hee emang aku monyet?
[One message delivered] Arimbi: Haha ya udah buruu…
[One message received] Yerry: Gimana mau jalan kalau sms’annya gak berenti-berenti gini.
[One message delivered] Arimbi: Oiya hahaha, ok.
—
[08:26 WIB]
Sebuah kendaraan terdengar berhenti di depan rumah. Arimbi segera turun dari kamar menuju teras, lalu membuka pagar rumah.
“Hai,” sapa Arimbi ke Yerry.
“Hai, Sayang. Udah beres semua?” Yerry bertanya dan membalas sapa perempuan manis yang sedang berdiri di hadapannya.
“Udah. Udah tinggal angkut. Semua barang sudah di garasi. Boleh bantuin angkut gak?”
“Boleh banget dong. Yuk, mana?” Yerry menganggukkan kepala mengiyakan, lalu melangkah masuk mengikuti Arimbi.
“Kamu udah sarapan?” Arimbi bertanya sambil berjalan menuju garasi.
Bukannya menjawab pertanyaan Arimbi, Yerry yang terkaget-kaget malah kemudian terbahak melihat banyaknya barang yang akan dibawa oleh kekasihnya ini.
“Ya ampun, Sayang, banyak buanget sih barang kamu, hahahaha. Masa lima koper traveling? Ya kali… Ini serius? Apa aja sih yang kamu bawa?”
“Ih kamu ih. Kenapa sih emang? Daripada nanti di sana kurang,” jawab Arimbi sambil manyun.
“Emang kamu mau ngekos berapa lama sih rencananya?” Tanya Yerry penasaran ingin tahu.
“Ya gak tau juga sih aku. Ya lihat nanti aja lah. Kalau harus ngekos terus selamanya juga aku gak apa. Bagus malah. Hahahahaha.”
“Aku gak mau bantuin pindahan ya, kalau kamu ternyata malah mau selamanya ngekos gini,” Yerry setengah mengancam sambil bertolak pinggang. Namun satu detik kemudian laki-laki tersebut malah memasang mimik muka mengejek dan menjulurkan lidah, sambil berkata mengajukan syarat.
“Oke, kamu boleh ngekos selamanya tapi di kosan yang punya aku. Jadi tiap bulan aku udah pasti punya pemasukan dari satu pintu kamar yang sudah diisi, hahahaha.”