Bayu begitu kebingungan dalam ruangannya. Suara Dara sudah terdengar di depan ruangannya dan itu jelas membuatnya dalam bahaya.
"Dia tak boleh tahu jati diriku dulu." Bayu masih berkilah. Secepat kilat dia melompat ke belakang sofa besar yang ada di ruangannya dan bersembunyi persis seperti anak-anak kecil yang sedang main petak umpet.
"Lho, kok enggak ada. Tadi Boss sudah masuk kok, Mbak." Ranti, sekretaris Bayu mengerutkan dahinya merasa heran kenapa bosnya bisa menghilang dengan cepat.
"Iya, kah. Mbak? Ehm ... hobi ngilang ya doi? Persis kayak jelangkung dong." Dara sengaja mengeraskan suaranya. Dia tahu Bayu masih ada di ruangan itu.
"Sialan. Dikiranya gue demit?" pekik Bayu dalam hati. Dia sebal dengan ucapan Dara barusan.
"Gue pecat baru tahu rasa, Lo." Dan Bayu baru lega saat suara pintu tertutup lagi terdengar. Dia mengendap-endap keluar dan mengintip.
"Ya sudah, Mbak. Nitip bingkisan ini ya. Bilangin bosnya kalau udah muncul buat makan langsung. Mumpung masih hangat."
"Emang ini dari siapa?" tanya Ranti.
"Bilang aja. Catering langganan."
Mendengar jawaban Dara yang asal Bayu tergelak hingga suara tawanya yang refleks itu terdengar hingga keluar.
Dara mendengar tawa itu. Dia celingak-celinguk dan beraksi.
"Eh, Mbak. Barusan dengar suara tawa kagak?" tanyanya usil.
"Apa iya?" Ranti merasa takut dengan ucapan Dara barusan.
"Sepertinya di sini ada demit. Hih. Serem." Dara pura-pura menggosok tengkuknya lalu ngibrit.
"Mbak. Jangan nakutin aku dong." Ranti tolah toleh ke sekeliling kemudian teringat kalau bosnya enggak ada dan dia ikut menyusul Dara. Kabur.
Bayu semakin cekikikan ketika melihat Ranti ketakutan dan lari.
"Dasar Dara Semprul! Kalau liat demitnya ganteng begini, doi mana nolak." Sambil berkata seperti itu dia keluar ruangan dan mengambil nasi bakar di atas meja Ranti.