Angin malam ini berembus kencang, menyapa Dara dalam kekalutan. Dia mengeratkan dekapan tangan Bayu, memeluk dirinya yang baru saja menyatakan kejujuran. Siapa yang menyangka kalau bos Dara akan menyatakan pengakuan. Saking bahagianya bahkan sampai terbawa dalam mimpi Dara.
Gubraaak.
Dara seketika terbangun. Dia menengok kanan dan kiri lalu menghapus sedikit air liur di wajahnya. Ketika tidur, ah, jangan dilihat bagaimana penampakan Dara. Kalah deh penampilan para pekerja seni yang memakai make up sangar di atas pentas. Entah kenapa Bayu bisa jatuh hati kepadanya?
Itulah cinta, kedatangannya menyusup tanpa bilang-bilang.
Terkejut dengan mimpinya membuat Dara kehausan. Dia berjalan menyusuri jalanan di samping pintu kamarnya yang sesak. Maklum, rumah dua lantai itu berukuran kecil, dengan barang-barang Apak Dara di sana dan di sini yang katanya barang berharga penuh legenda. Beberapa sebenarnya bahkan pernah dijual Dara semasa masih bersekolah SMa dulu.
Sambil berjalan Dara melirik ke arah bawah melalui jendela di samping kamarnya. Dia memperhatikan lapangan kecil tempatnya suka ketemuan dengan anak-anak kampung begitu sepi, penuh dengan guguran daun randu alas. Sesekali Dara akan menghabiskan malam di sana ketika pikirannya penat. Bak permadani mereka menyambut Dara yang berjalan lesu. Bibir kelu mengunci tangis. Pada akhirnya di sana Dara akan terisak juga, suasana gelap dengan hanya berteman lampu kendaraan yang kebetulan lewat, terpaan angin yang dingin, serta jalan kaki sendirian membuat dara selalu bisa meluapkan emosi dan tekanan batinnya. Dia tidak ingin menangis di depan teman-temannya.