Hidupku selalu terasa seperti medan perang antara dua kutub ekstrem, di satu saat aku bisa merasa hebat, bersinar bak bintang di langit malam, dan di saat yang lain aku merasa seperti pecundang tak berharga, menyelami kekelaman dan berharap mati. Kedua sisi ini terasa begitu kontras dalam hidupku, seperti dua sisi koin. Bagiku tidak ada hari yang terasa hangat. Setiap pagi membawa dua pilihan ekstrem ke hadapanku, antara hari yang sangat panas bak matahari di atas tanganku, atau hari yang sangat dingin bak salju yang menyentuh kakiku. Sama seperti angka biner, hanya ada pilihan 0 atau 1. Merasa jatuh cinta setengah mati atau benci sampai ingin meledak, ingin umur panjang atau ingin mati sekarang. Aku juga selalu tergila-gila dengan pola dan angka, hal ini muncul bersamaan dengan obsesi aneh di kepala yang tidak bisa kukendalikan dan menambah kegilaan dalam kepalaku, ingin rasanya kuketukkan palu untuk menghentikan kekacauan di dalamnya..
Penampilanku sejak dulu selalu terlihat mencolok, kuakui kadang sedikit berlebihan. Aku suka memakai sepatu heels tinggi kemanapun aku pergi, dengan tas cantik di genggamanku yang terus berubah setiap harinya mengikuti cuaca hatiku. Warna kuku di jariku selalu berganti, terkadang warna hijau, terkadang ungu, sesekali merah marun. Mungkin, orang-orang sekitar memandangku sebagai sosok yang aneh—terlalu banyak ide liar, terlalu sedikit pemahaman tentang apa yang seharusnya normal. Namun, akan lebih baik jika aku dikenang sebagai seseorang yang menjalani hidupnya dengan penuh hasrat.
Aku menemukan bahwa beberapa hal yang kulakukan terasa janggal, seolah-olah terjebak dalam benang kusut pikiranku sendiri. Seperti yang kubilang sebelumnya, aku tergila-gila pada pola dan angka. Sesuatu di kepala memaksaku untuk melakukan berbagai hal berulang kali, seperti mengulangi gerakan tertentu atau mengucapkan mantra yang seolah-olah memberi jaminan pada setiap langkahku. Ada saat-saat di mana aku merasakan tekanan yang luar biasa untuk memastikan bahwa semuanya harus berjalan sesuai dengan pola yang telah aku tentukan dalam pikiranku. Kebiasaan yang awalnya mungkin terlihat seperti cara untuk mengatasi kecemasan, kini berubah menjadi obsesi. Aku menghabiskan waktu berjam-jam melakukan hal bodoh ini, merasakan sensasi campur aduk antara ketegangan dan kegilaan. Setiap pengulangan, setiap mantra yang terucap, seakan membawaku ke dalam keadaan jurang yang semakin lama semakin membuatku sulit untuk memanjat ke luar. Ada saat-saat ketika aku meragukan diri sendiri, mempertanyakan apakah aku telah melangkah terlalu jauh ke dalam kegelapan pikiranku sendiri. Rasanya seolah-olah terhimpit dinding, terjebak antara realitas dan ilusi yang kubangun sendiri.