Pagi ini, Meita mengajakku pergi ke perpustakaan kampus sebelah yang terkenal dengan logo Ganeshanya. Dia bilang koleksi bukunya lengkap dan ruangannya nyaman, dan dia juga ingin bertemu Yohan, teman lama kami dari SMA.
“Ayo, kita bisa cari buku baru sambil nostalgia tipis-tipis” ujarnya dengan semangat.
Aku langsung mengiyakan. Rasanya, setelah beberapa minggu berkutat dengan tugas kuliah, aku butuh suasana baru untuk menyegarkan pikiran. Meskipun cuaca pagi itu cerah, namun jalanan di kota Bandung cukup macet. Kami terjebak di dalam mobil lebih lama dari biasanya, namun obrolan kami mengalir dengan lancar.
“Eh, kamu masih ingat Yohan? Dulu dia selalu jadi yang paling rajin di kelas,” Meita bertanya sambil tersenyum mengenang masa-masa sekolah.
“Iya, aku ingat! Dia bahkan pernah jadi ketua OSIS, kan? Selalu aja aktif di kegiatan sekolah,” balasku, ikut tertawa.
Meita terlihat lebih antusias. “Kamu tahu, aku baru ketemu dia lagi waktu reuni tahun lalu. Dia jadi lebih ganteng, loh! Auranya itu loh, beda banget. Dulu kan dia nerd gitu.”
“Serius? Dia jadi kayak prince charming gitu ya?” tanyaku sambil tertawa.
“Asli. Dia tuh lebih keren, kayak PD aja gitu. Udah gak pake kacamata tebelnya lagi,” Meita menjelaskan, matanya berbinar. “Aku penasaran banget tau sama dia. Semoga kita bisa ngobrol lama.” Lanjutnya. Jujur aku tidak penasaran sama sekali pada Yohan, tapi entah kenapa Meita terlihat sangat bersemangat ketika menceritakan tentangnya, mencurigakan.
Kami akhirnya tiba dan langsung mencari perpustakaan yang dimaksud. Begitu memasuki gedungnya, aroma kertas langsung menyambut kami. Kami segera menuju loker untuk menyimpan tas, lalu melangkah ke lantai atas. Ruangannya dipenuhi rak-rak buku tinggi yang tersusun rapi, dengan cahaya lembut yang masuk melalui jendela besar.
“Yohan!” panggil Meita sambil melambai. Di ujung terlihat seorang pria dengan senyuman hangat di wajahnya, tampak jauh lebih dewasa daripada yang kami ingat.
Dari kejauhan, aku melihat Yohan tidak datang sendirian. Di sampingnya duduk juga seorang lelaki berjaket denim yang sedang fokus berkutat pada laptopnya sebelum menolek ke arah kami.
“Kenalin, ini Eros,” ujar Yohan sambil menunjuk lelaki tersebut dengan senyum lebar.
“Hai, salam kenal. Aku Gea,” sahutku sambil mengulurkan tangan. Eros menyambutnya dengan hangat, senyum tipis di wajahnya.
“Senang bertemu denganmu, Gea,” katanya, suaranya tenang dan ramah. Ada kesan yang membuatku merasa nyaman.
“Eh duduk dulu kalian” ujar Yohan sambil menunjuk dua kursi di seberangnya.
Obrolan kami mengalir dengan sendirinya, rasanya cukup asik.
Meita bersemangat, “Eh, Eros. Ngomong-ngomong Yohan cerita banyak tentang kamu. Dia bilang kamu sekarang terjun ke dunia musik?”