(Bukan) Monster Jahat

Lovenim
Chapter #20

Anak-anak Itu

Hubunganku dengan Eros belakangan ini menjadi lebih dekat, ia sering mengajakku pergi ke luar semenjak tahu bahwa kami sama-sama menyukai kopi. Setiap hari rasanya menyenangkan, langit terlihat lebih biru dari biasanya, mungkin ini yang orang sebut kasmaran. Semakin banyak waktu yang kami habiskan bersama, semakin banyak juga hal yang kami sadari tentang diri masing-masing. Tapi aku masih belum bercerita tentang kelainan yang ada di kepalaku sejak kecil, sebelumnya aku merasa hal itu tidak terlalu penting, tapi semakin dekat dengannya semakin aku ingin dia tahu tentang diriku seutuhnya. Ada sedikit ketakutan dalam hatiku, bagaimana kalau dia tidak bisa menerimaku apa adanya? Bagaimana kalau dia melihatku aneh setelahnya? Bagaimana kalau dia menganggap kepalaku adalah biang dari masalah-masalah yang datang di depan sana, seolah-seolah aku tak bisa membedakan mana yang salah dan benar? Aku takut ditinggalkan olehnya, tapi jika dia pergi bukankah artinya dia memang bukan orang yang tepat untukku? Maka aku sudah memutuskan untuk menceritakan tentang ini pada Eros.

Hari ini Eros sudah berjanji akan mengajakku minum kopi di sebuah kafe daerah Dago, sekalian mencari udara segar. Aku rasa ini saat yang tepat pula untuk bercerita tentang penyakitku pada Eros. Dia menjemputku ke rumah seperti biasa, dengan kemeja flanel hitam dan celana gurkha warna gelapnya, kali ini tumben sekali ia mengenakan kacamatanya. Aku bisa melihat senyumnya sumringah sekali ketika berpamitan dengan Mamaku dan meminta izin untuk mengajakku ke luar.

“Tumben kamu pake kacamatanya pas mau pergi” ujarku.

“Iya nih. Soalnya kata dokter, mataku minusnya nambah. Dan kalau jarang dipakai nanti bisa makin parah” jawabnya sambil memakaikan helm di kepalaku. Dia menepuknya beberapa kali, lalu tertawa setelah mendengarku sedikit merengek.

“Kamu nanti mau pesan apa, cantik?” tanyanya.

“Aku pengen caramel latte, lagi butuh yang bikin mata seger” jawabku.

“Kalau aku gak pesen apa-apa deh, soalnya lihat kamu aja udah seger” sahutnya sambil terkekeh., dasar tidak jelas.

Hujan mulai turun ketika kami sampai di parkiran, membuat kami segera lari ke dalam dan mengambil tempat duduk di ujung ruangan, dekat jendela. Kami memesan dua gelas Butterscotch dingin, memang aneh tapi kami selalu memesan minuman dingin entah itu saat langit sedang panas-panasnya, ataupun sedang hujan seperti ini.

“Kamu gimana minggu ini? Ada yang mau diceritakan?” tanya Eros, seperti biasa ia selalu bertanya tentang keadaanku setiap bertemu, aku selalu merasa dipahami olehnya.

“Ada yang mau aku ceritakan, tapi bingung mulainya dari mana” jawabku.

“Ada apa? Coba kita mulai dari bagian yang paling mengganggu dulu” sahutnya.

“Mmmm… Jadi gini, aku sebenernya sempet ke psikiater beberapa waktu lalu karena ada beberapa hal yang mengganggu aku, terus…” aku menghabiskan waktu lebih dari 20 menit untuk menjelaskan semua pada Eros, aku bisa lihat dia mendengarkan dengan seksama sambil menatapku.

“Ada masa di mana aku sangat tidak stabil, tapi selama ini ketika sama kamu belum pernah muncul. Tapi pasti akan ada saatnya kamu lihat sisiku yang satu itu. Aku bisa jadi sangat toxic dan mempengaruhi orang-orang di sekitarku, termasuk kamu” ujarku.

“Setelah aku cerita semua ini, apa tanggapan kamu tentangku? Kalau misalnya kamu takut sama aku dan gak mau berteman lagi, aku gak apa-apa kok” Aku sudah memikirkan kemungkinan terburuknya, tapi justru yang kudapati berbeda dari bayanganku. Eros memandangku lebih dalam dari biasanya, ia mengelus kepalaku dengan lembut.

Lihat selengkapnya