Aku kembali datang ke sekolah yang didirikan Eros hari ini. Rasanya seolah ada magnet yang menarikku kembali ke tempat ini, ke anak-anak yang penuh semangat namun terjebak dalam keadaan yang sulit. Begitu aku tiba, suasana di dalam kelas sudah ramai. Beberapa anak terlihat berkumpul di pojok ruangan, tertawa dan bercanda, sementara yang lainnya duduk rapi di meja, mempersiapkan alat tulis mereka. Eros membawa dua teman barunya hari ini, ia sempat mengenalkanku, namanya Nabil dan Ivanka.
Eros berdiri di depan kelas, tangannya terangkat seperti sedang menjelaskan sesuatu dengan semangat. Senyumnya yang lebar dan ekspresi antusiasnya membuat suasana semakin ceria. Ia mengenakan kaus berwarna hijau tua dan celana jeans. “Hey, kalian! Ayo sini, ada yang ingin aku kenalkan!” teriak Eros pada anak-anak, suaranya penuh semangat.
Nabil, yang tampak ceria dengan kemeja flanelnya, langsung melangkah mendekat. “Ini kak Nabil, dia jago banget menggambar! Nanti dia bakal bikin mural di dinding sekolah kita,” kata Eros dengan bangga. Nabil melambaikan tangan sambil tersenyum lebar, membuat anak-anak di sekitarnya tertawa.
“Dan ini kak Ivanka!” Eros melanjutkan, menunjuk ke arah gadis dengan rambut ikal yang tergerai. “Dia yang nanti bakal ajarin kita bikin puisi dan drama. Seru ya!” Ivanka tersenyum dan melambaikan tangan, terlihat sangat antusias membagikan buku cerita kepada anak-anak.
Aku tersenyum melihat interaksi mereka, merasa hangat menyaksikan bagaimana Eros dan teman-temannya mampu menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan kebahagiaan bagi anak-anak ini. Antusiasme anak-anak tampak bersinar di mata mereka. Suasana kelas terasa lebih hidup, dan gelak tawa mulai memenuhi ruangan.
“Anak-anak, hari ini kita bakal dengerin cerita tentang seekor kancil yang pintar!” Ivanka memulai. Anak-anak langsung duduk rapi, seolah menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki dunia baru yang penuh petualangan. Dengan suara ceria, Ivanka membacakan cerita sambil menggambarkan setiap karakter dengan ekspresi lucu. Anak-anak tertawa dan terlibat dalam ceritanya, melupakan sejenak semua beban yang mereka pikul di luar sana.
Setelah sesi cerita, Jiya mengajak mereka untuk menggambar karakter dari cerita tersebut. Melihat anak-anak bersemangat mencoret-coret kertas, hatiku dipenuhi kebahagiaan. Di sudut, aku melihat Nisa, si anak perempuan pendiam yang sempat kutemui sebelumnya, menggambar dengan penuh konsentrasi. Dia tampak sangat terfokus, dan aku merasa bangga melihatnya lebih terbuka hari ini. Nisa menggambarkan kancil dengan warna-warni cerah, senyumnya tampak saat dia menunjukkan hasil karyanya kepada teman-temannya yang lain.