(Bukan) Monster Jahat

Lovenim
Chapter #38

Heart Have Its Own Brain

Pagi ini, aku bangun dengan tubuh yang jauh lebih segar dari biasanya. Rasanya, tidur semalaman tanpa gangguan benar-benar memberi energi baru. Sejak beberapa minggu terakhir, aku mulai mencoba untuk menerapkan pola hidup sehat. Aku memperhatikan asupan makanan, mulai rutin berolahraga, dan yang paling penting, menjaga keseimbangan emosiku. Setiap perubahan kecil terasa signifikan, dan aku merasakannya di setiap sel tubuhku.

Kemarin, ada kabar baik yang menghampiriku. Perusahaan energi tempatku melamar kerja dulu sempat menghubungiku. Mereka memberi tawaran untuk bergabung dengan tim mereka! Hatiku berdegup kencang saat menerima telepon itu. Setelah sekian lama menunggu, mendengar bahwa mereka memilihku membuat semua usaha dan perjuanganku terasa terbayar. Aku merasa senang sekali dan tidak sabar untuk memulai babak baru dalam hidupku. Aku akan mulai bekerja hari Senin depan, dan rasanya seperti langkah yang tepat untuk mengubah hidupku ke arah yang lebih baik.

Hari-hariku semakin berisi dengan aktivitas yang positif. Aku merasakan emosiku mulai stabil. Rasa cemas yang sebelumnya mengganggu perlahan-lahan memudar. Aku ingat betapa sulitnya melewati masa-masa kelam, tetapi sekarang, semuanya terasa lebih terang. Dokter Toni juga mulai mengurangi dosis obatku, yang menandakan bahwa kondisiku membaik. Setiap kali aku melakukan pemeriksaan, dia selalu memberikan dorongan positif. “Kamu melakukan pekerjaan yang bagus. Teruslah seperti ini,” katanya dengan senyuman yang membuatku merasa lebih percaya diri.

Aku jadi lebih aktif berinteraksi dengan teman-teman dan orang-orang di sekitarku. Kami sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan melakukan berbagai kegiatan. Rasanya, aku kembali menemukan diriku yang sempat hilang. Bahkan, kemarin aku pergi ke kafe bersama beberapa teman lama. Kami tertawa dan mengenang masa-masa indah. Momen-momen seperti ini mengingatkanku bahwa meskipun hidup kadang memberi kita tantangan, selalu ada kebahagiaan yang bisa ditemukan.

Aku melangkah keluar menuju pekarangan, di mana bunga-bunga yang aku dan Mama tanam mulai tumbuh dengan indah. Melihat bunga-bunga itu mekar membuatku merasa bangga. Setiap pagi, aku menyirami mereka dengan semangat, seolah menyiram harapan yang tumbuh bersamaan dengan kelopak-kelopak warna-warni itu. Ada sesuatu yang menenangkan saat melihat tanaman-tanaman itu berkembang, seperti refleksi dari proses pemulihanku sendiri. 

Tiba-tiba, aku melihat seseorang mendekati rumahku dari jauh, sosok yang dulu sempat kurindukan—Eros. Jantungku berdegup kencang saat ia melambaikan tangannya padaku, mendekat dengan senyum yang familiar.

“Hai!” ujarnya, tampak canggung. Aku hanya bisa terdiam, berusaha menyembunyikan rasa rindu yang mendalam.

Eros seolah mengetahui perasaanku. “Ada banyak yang harus aku jelasin ke kamu. Kamu ada waktu untuk kita ngobrol?” Aku mengiyakan ajakannya, aku ingin benar-benar sembuh dari luka masa lalu.

Suasana di dalam kafe itu nyaman, dengan aroma kopi yang menyegarkan dan musik lembut yang mengalun di latar belakang. Kami memilih meja di dekat jendela, di mana cahaya matahari masuk dengan lembut, berusaha memecahkan rasa canggung di antara kami. Rasanya seperti kembali ke rumah setelah lama terpisah.

“Kamu apa kabar?” tanyanya.

“Kalau kamu tanya, aku sempat hancur setelah kamu pergi tapi sekarang aku baik-baik aja” ujarku.

“Maaf, bukan maksud aku ingin tinggalin kamu gitu aja. Aku butuh waktu lama untuk membenahi diri aku, ada banyak hal yang terasa salah. Aku juga merasa sakit ketika harus ninggalin kamu. Aku takut kita semkain saling nyakitin kalau bareng-bareng terus” jelasnya.

“Terus kenapa baru muncul sekarang? Lebih tepatnya, kenapa kamu muncul lagi di sini?” tanyaku.

“Aku selalu punya perasaan yang sama untuk kamu, dari pertama kali lihat kamu sampai sekarang. Kamu jadi yang pertama di semua cerita aku, dan aku gaakan bisa lupain.” Ujarnya.

Lihat selengkapnya