Kamu tahu? Menurut Hukum Newton kedua, percepatan suatu benda berbanding lurus dengan gaya yang diterapkan pada benda tersebut namun berbanding terbalik dengan massa benda tersebut, yang artinya, jika kamu ingin cepat, maka gaya kamu mesti semakin besar atau dengan memperkecil massa. Atau dengan kata lain, jika kamu punya massa besar yang diikuti percepatan aksi yang semakin cepat, maka kamu akan semakin bergaya. Dan sepertinya hukum Newton kedua itu juga berlaku dengan gosip yang baru saja aku bangun.
Aku tidak tahu dengan massa-ku, tapi jelas percepatan aksiku dengan memberi Rio kue kacang di kelasnya dan disaksikan teman-teman sekelasnya adalah percepatan aksi yang cukup tinggi, maka gaya gosip yang dihasilkan pun besar. Meski mungkin percepatannya akan semakin besar jika hari ini hari Valentine, bukan tanggal 13 di Rabu menjelang Kamis Kliwon. Tapi memang gaya gosip yang cukup besar—cukup besar dengan ditopang oleh percepatan yang sangat besar sampai-sampai sebelum aku mencapai kelasku, aku dicegat Sandra.
“Ikut aku!” tandasnya sambil menyambar tanganku.
“Eh, mau kemana? Sebentar lagi bel masuk!”
“Antar aku ke toilet!” Sandra mempererat cengkraman tangannya.
Di toilet, setelah memastikan tidak ada siapa-siapa selain aku dan dia, Sandra langsung melabrakku dengan pertanyaan, “Aku dapet gosip, kamu naksir Rio, anak basket. Apa bener?”
Aku hanya menatapnya datar sambil mengangkat alis seolah heran dengan pertanyaannya. Tapi kemudian, aku menyeringai, memasang senyum nakal.
“Kalau benar, gimana?” tanyaku, berlagak naïf dan innocent.
Sandra menunduk sambil memijit pangkal hidung di antara dua matanya. Matanya terpejam sejenak sebelum kembali terbuka dan berkata, “Gak apa-apa, sih. Cuma dari sudut pandang popularitas kamu sebagai bintang klub teater, gosip itu bakal punya pengaruh negatif. Maksudku, kamu tahu niat Mba Tari mau monetasi penampilan teater kita, `kan? Gosip kamu naksir cowok macam Rio bakal pengaruh loh sama penjualan tiket. Predikat jomlo kamu itu komoditi, tauk? Bakal banyak cowok yang rela keluar duit gede buat nonton kamu di panggung!"
Aku cemberut dan menatap Sandra sambil mengerenyit kesal. “Kalo soal duit kamu mendadak pinter, ya?”
“Dih, nyindir, nih? Tapi secara garis besar kamu ngerti, `kan?”
“Jadi aku sama Rio enggak direstui, nih? Mengerikan! Sungguh mengerikan! Oh, Rio, Rio, mengapa harus engkau Rio? Tolaklah ayahmu dan tanggalkan namamu! Maka aku pun `kan tanggalkan nama Capulet untukmu!” tandasku yang diakhiri dengan akting berlagak sosok Juliet.
Sandra tertawa dan masih tertawa meski mengajukan pertanyaan yang serius. “Tapi serius, Ann, kamu gak naksir Rio, `kan?”