Dua hari tanpa Ayah, Yasmin merasa sepi. Meski, hal ini bukanlah yang kali pertama, namun ia mengkhawatirkan kondisi sang Ayah yang berada cukup jauh dari tempat tinggal mereka.
Sebuah panggilan saja tidak cukup tuk menghilangkan rasa takut yang menghantui pikirannya. Yasmin menghela udara pagi sesaat dirinya keluar dari pintu rumah untuk bergegas menuju kedai kopi tempat ia bekerja.
Setelah beberapa saat berjalan, Yasmin tiba di kedai kopi. Ia langsung masuk dan menyapa rekan-rekannya yang sama-sama sudah siap untuk memulai pekerjaan mereka di hari ini. Yasmin mengenakan pinggangnya dengan tali apron hitam dan mulai meracik kopi pertama sesuai pesanan yang tertera pada layar komputer kasir. Sambil meracik kopi, terlintas pikiran Yasmin terhadap sang Ayah.
Tak lama, suara bel yang mengalung di pintu masuk kedai terdengar. Mengisyaratkan kedatangan pelanggan baru. Dan, Yasmin menoleh ke sumber suara itu.
Hatinya berdegup ganda. Ia tidak menyangka bahwa lelaki itu akan datang lagi ke kedai tempat ia bekerja. Kali ini, lelaki itu tersenyum padanya, sebelum ia duduk di salah satu meja yang tersedia.
Yasmin merasa sedikit gugup dan tidak yakin bagaimana ia harus bereaksi.
"Apa aku yang harus melakukannya?" Ucap Raya, salah satu rekannya mengejutkan dirinya.
"Bi-Biar aku." Sanggah Yasmin. Tapi, kali ini ia merasa gugup.
"Ada apa denganmu?"
"Uh? A-Aku..."
Raya menggoyangkan tubuh Yasmin menggoda. "Kamu keliatannya gugup banget. Dan, dia... Terus memperhatikan kamu."
"Raya, berisik!" Protes Yasmin. Di saat yang sama, Ia mulai melangkah menuju meja Adrian dengan perasaan yang semakin tak bisa terkendalikan.
Yasmin berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan kegugupannya di depan Adrian. Ia mengambil napas dalam-dalam dan berusaha untuk tersenyum alami. "Selamat pagi, mau pesan apa?"
Adrian memandang Yasmin dengan mata yang lurus. "Aku ingin kopi hitam." Ucapnya. Ia menatap Yasmin sampai wanita itu kembali ke mejanya. Menatapnya sibuk meracik kopi pesanannya hingga selesai dan kembali.
"Silahkan." Kata Yasmin meletakkan secangkir kopi itu di atas meja.
"Tunggu!" Sergah Adrian. "Bolehkah kamu menemaniku?"
"Uh...?"
"Duduklah."
Yasmin merasa sedikit terkejut dengan permintaan Adrian, tapi ia juga merasa tidak bisa menolaknya. Ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan perasaannya, di depan Adrian. "Ba-Baiklah." Jawabnya dengan pelan. "A-Aku akan menemanimu."
Hening sesaat. Keduanya saling sibuk dengan pikirannya masing-masing. Di samping kopi Adrian, terdapat sebuah kamera. Mungkin itu akan menjadi topik pembicaraan mereka. Batin Yasmin.
"Kamu... suka mengambil foto?" Kata Yasmin dengan ragu.
Adrian mengangguk. "Terutama mengambil fotomu."
"A-Apa?"
Adrian tersenyum. Ia merogoh sesuatu dari bagpack nya lalu meletakkan sebuah foto di atas meja.