Yasmin membuka lemari mengobrak-abrik beberapa pakaian yang tergantung di dalamnya. Ia mencari balutan dress yang tepat tuk dikenakannya.
Setelah beberapa saat mencari, Yasmin menemukan sebuah gaun yang sesuai dengan apa yang ia cari. Gaun itu berwarna nude pink dan memiliki potongan yang elegan. Yasmin merasa bahwa gaun itu akan membuatnya terlihat cantik dan anggun ketika bertemu dengan Adrian hari ini.
Usai mengganti pakaiannya, Yasmin menatap dirinya di cermin. Ia tersenyum puas ketika melihat dirinya saat mengenakan gaun tersebut yang membuatnya nampak lebih cerah dan segar. Ia juga suka dengan potongan gaun yang elegan dan sederhana.
Ya. Ayah bilang, gaun itu peninggalan mendiang Ibunya yang sengaja dibuatkan untuknya jika kelak ia dewasa. Yasmin merasa terharu. Bola matanya perlahan berkaca oleh rasa rindu yang mendadak muncul. Ia merasa seperti sedang dihubungi oleh Ibunya dari alam lain melalui gaun indah itu. "Aku cantik kan, Ma?" Gumamnya dengan nada bergetar.
Dengan lembut, Yasmin mengusap bola matanya. Berusaha untuk menghilangkan air mata yang menggenang. Ia tak ingin merusak riasan make-up yang susah payah Ia buat.
Kemudian, wanita dengan rambutnya yang sengaja Ia gerai panjang itu berjalan keluar rumah. Ia merasa percaya diri dengan penampilannya dan siap menghadapi hari dan penuh semangat bersama Adrian.
Di saat yang sama, langkahnya mendadak berhenti. Bola matanya yang sempat menggenang nyaris tak berkedip. Debar jantungnya berdegup kencang saat mendapati Adrian muncul dari salah satu persimpangan berjalan menuju rumahnya.
Sementara, dari kejauhan Adrian melihat Yasmin. Penampilan gadis itu nampak berbeda dari kesehariannya yang hanya mengenakan balutan kemeja putih dan apron hitam. Kedua matanya nyaris tak berkedip melihat kecantikan Yasmin yang sederhana. Perlahan, namun pasti. Keduanya kemudian berhenti di tempat yang sama.
"Hai." Sapa Adrian sambil menebarkan aroma parfum yang sama, yang membuat salah satu penyebab degup jantung Yasmin berdegup ganda.
Di balik rahangnya yang tajam, Adrian memiliki sorot mata yang lembut dan penuh perhatian. Dengan balutan kemeja yang pas di tubuhnya, seolah menampakkan dadanya yang bidang dan tubuh yang ideal. Yasmin terpesona oleh penampilan Adrian yang tampan dan elegan. "Mas-Mas Adrian."
Adrian merasa tersanjung dengan sebutan itu. "Oh ya, ini..." Mata Adrian menatap bangunan rumah yang sederhana namun terlihat terawat di depannya. "Ini rumahmu?"
Yasmin mengangguk, ragu. "Ru-Rumahku sederhana."
Adrian tertawa kecil. "Apa itu jadi masalah?"
Yasmin tersenyum dan merasa sedikit lega melihat reaksi Adrian yang positif. Sebab dari penampilannya saja, Adrian nampaknya sangat jauh berbeda darinya. Tapi, lelaki itu tak memandang rendah hal-hal sederhana sehingga membuat Yasmin tetap merasa nyaman, apalagi terkesan.
"Apa perlu aku masuk dan ijin pada orangtuamu untuk..."
"A-Ayahku sedang bekerja di luar kota."
Adrian mengangguk. "Kalau begitu, Ibumu saja yang..."
"Ibuku sudah meninggal sejak aku masih berusia lima tahun."
Adrian terdiam sejenak, matanya menatap Yasmin dengan rasa bersalah dan ekspresi penuh empati. "A-Aku minta maaf, aku..."
"Tidak apa." Sanggah Yasmin. "Oh ya, kita mau pergi kemana?"
Bola mata Adrian menerawang. "Bagaimana kalau taman, setelah itu kita makan malam?
Yasmin mengangguk tanpa penolakan.
****