"Ayah baik-baik aja kan, di sana?"
"Kamu jangan khawatir, Nak. Ayah di sini bisa jaga diri dan kesehatan. Oh ya, bagaimana dengan lelaki yang bernama Adrian?"
Sesaat,Yasmin berhenti bergerak. "Dia baik, Ayah."
"Ayah lega kalau kamu punya hubungan baik dengan dia. Tapi ingat, kamu jaga diri kamu baik-baik. Terutama, jaga perasaan kamu. Itu jauh lebih berharga."
"Aku mengerti, Ayah." Kata Yasmin mulai menyisir rambutnya, menatap sekali lagi dirinya di depan cermin lalu bergerak keluar kamar. Ia melangkah menuju dapur, mengambil melahap beberapa lembar roti dan meneguk minumannya setengah habis.
"Kebiasaan!" Suara Lukman meninggi, namun terdengar bijak. Panggilan dari luar sana, seolah tahu putrinya tengah melakukan apa. "Sarapan yang betul, Yasmin."
"Ayah, aku terlambat. Tapi nanti aku akan makan." Yasmin melangkah hingga keluar rumah lalu mengunci pintu. Di saat yang sama, bola matanya melirik ke samping. Ia mendapati sebuah kotak di atas meja beranda rumahnya. "A-Ayah. Nanti aku telepon lagi, ya. Ayah jaga diri baik-baik. Aku sayang Ayah."
Tuuuut.
Yasmin memutuskan telepon secara sepihak. Ia mendapati sebuah kotak berwarna hitam polos berukuran cukup besar. Dengan penasaran, ia terduduk di kursi rotan dan membukanya penuh hati-hati.
Yasmin terkejut melihat isinya. Di dalam kotak itu, ada sebuah gaun berwarna hitam dengan potongan yang elegan juga sepasang high heels dengan warna senada. Juga, perhiasan kalung yang sangat cantik.
Yasmin memandang kalung itu dengan mata yang lebar. Kalung emas itu berliontin hati. Terakhir, ada sepucuk kartu ucapan yang mulai Yasmin buka lalu ia baca...
Ibuku mengundangmu untuk makan malam bersama. Aku jemput kamu jam tujuh malam, ya.
Adrian.
Yasmin tersenyum-senyum sendiri. Ia ingat pernyataan terakhir yang di katakannya terhadap Adrian kemarin malam, sesaat sebelum akhirnya ia pulang. Lelaki itu benar-benar tak berbohong dan ingin membuktikan padanya sekarang. Batin Yasmin dengan pipi merona.
Yasmin segera beranjak dan meletakkan kotak itu di dalam kamarnya. Kemudian, ia beranjak pergi bekerja dan tak sabar menunggu malam nanti. Ia harus mempersiapkan diri dari awal tuk tampil yang terbaik, baik di depan Adrian ataupun Ibunya nanti.
****
Usai menerobos kemacetan ibu kota, mobil Adrian akhirnya berhenti di pinggir jalan saat tiba di sekitar rumah Yasmin.
Kemudian, Adrian beringsut turun lalu berjalan menerobos gang kecil, melewati pemukiman yang cukup padat penduduk itu. Usai berjalan mengambil beberapa persimpangan, ia tiba di depan pintu rumah Yasmin. Ia memandang jam di lengannya, sesaat sebelum pintu rumah itu di ketuk, dan seseorang muncul dari dalam.
Yasmin membuka pintu dan tersenyum saat melihat Adrian berdiri di depannya. Sama seperti yang Adrian kirimkan. Yasmin terlihat sangat cantik dengan gaun hitam yang elegan dan kalung emas berliontin hati. Dengan sepasang high heels, Adrian terpesona oleh kecantikan Yasmin, hingga ia tidak bisa berbicara apa-apa selain memandangnya dengan mata yang lebar. "Kamu cantik." Gumamnya.
Yasmin tersipu, menyembunyikan kegembiraannya atas pujian itu.
"Kamu siap?"
Yasmin mengangguk kemudian. Memancing Adrian mengulurkan tangannya untuk membantu Yasmin berjalan menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan.
Suasana indah yang indah dan romantis semakin terasa saat keduanya berjalan bersama menuju mobil. Adrian lalu membuka pintu mobil dan membantu wanita tersebut masuk ke dalam, kemudian ia duduk di sebelahnya dan mulai menyalakan mesin mobil, menarik tuas persneling lalu melaju dengan kecepatan yang tak begitu tinggi juga rendah.
Lampu-lampu jalan yang berkelap-kelip dan suara-suara malam yang tenang menciptakan suasana yang sangat intim dan nyaman.
Tak sekali dua kali, Adrian melirik Yasmin. Wajah cantiknya semakin terlihat kegugupan yang tak bisa Yasmin sembunyikan.
Adrian tersenyum bijak. "Ibuku bukan serigala." Celetuknya memecah keheningan.
"A-Apa maksudmu?"
"Kamu terlihat seperti mangsa yang siap untuk di santap."
Yasmin tertawa kecil. "Apa aku terlihat sangat gugup?"