BUKAN PILIHAN

essa amalia khairina
Chapter #20

PULANG TANPA PAMIT

Yasmin masih terbungkus dalam kesedihan dan rasa sakit yang mendalam. Tangisannya tidak berhenti, selimut tebal yang menutupi tubuhnya tampaknya tidak bisa menghangatkan hatinya yang terluka bahkan melupakan apa yang telah terjadi semalaman bersama sosok Revan yang kini tampak muncul dari kamar mandi dengan balutan formal seolah sudah bersiap tuk kembali pergi.


"Mau sampai kapan kamu akan seperti ini?!" Ucap Revan datar. "Ooh, I know..."


Revan menjentikkan jari ke udara. Ia merogoh sesuatu dari balik tuxedo coklatnya, kemudian mendapati beberapa lembar uang kertas berwarna merah lalu dilemparkannya tepat ke wajah Yasmin. "Apa itu cukup untuk membayar kesedihanmu? Harga dirimu? Atau sesuatu yang berharga dan sudah aku rebut darimu?!"


Yasmin meneteskan air matanya lebih deras. Ia merasa semakin terluka dan tidak dihargai dengan tindakan Revan yang semakin memperlihatkan ketidakpedulian dan keegoisannya.


Tindakan Revan yang melemparkan uang ke wajahnya seperti sebuah tamparan yang menyakitkan. Ia merasa tidak bisa lagi menahan kesedihannya dan rasa sakit yang mendalam. Tangisannya semakin keras, dan air matanya terus mengalir hingga lelaki itu pergi meninggalkan dirinya.


****


"Kemana, dia?!" Tanya Yeisa saat anaknya itu muncul ke ruang makan.

 

"Di kamar." Jawab Revan sambil menarik kursi ke belakang lalu duduk di hadapan Ibunya. "Aku udah coba bangunin dia, tapi masih tidur!" 


"Apa?! Dia masih enak-enakan tidur di kamar jam segini yang harusnya pergi belanja buat kebutuhan dapur?!" Cerocos Yeisa. 


Revan tertawa puas sembari melahap beberapa lembar roti dan meneguk susunya setengah habis. Di saat yang sama, Ia mengambit jemari Yeisa dan menciumnya. "Aku pergi, Ma! Mama kalau mau marahin si Yasmin jangan tanggung-tanggung. Samperin!" 


Sikapnya yang santai dan tak peduli dengan keadaan Yasmin, membuat Revan kemudian beranjak dari kursi dan berlalu pergi. Sementara, dengan kesal Yeisa segera beranjak dari kursinya lalu bergerak menuju kamar Revan yang berada di lantai atas. 


Langkahnya begitu kuat melewati anak tangga, membungkus emosi yang meledak-ledak hingga Ia tiba di depan kamar anaknya. "Yasmiiiin...!" Ucapnya sambil mengetuk keras pintu berbahan semi kayu itu. "YASMIIIIN..., KAMU MASIH TIDUR?!" 


Lima belas menit menunggu, kenop pintu akhirnya berputar ke bawah. Mata Yeisa yang kesal semakin memperlihatkan kemarahan dan rasa bencinya ketika mendapati Yasmin membuka pintu. 


Yeisa menatap sinis Yasmin dari atas kepala hingga ujung kaki. Matanya sembab dengan wajahnya yang nampak pucat. Lemas dan nampak malang. "Apa kamu tidak punya tanggungjawab sama sekali?!" Katanya tidak peduli dengan apa yang terjadi pada anak menantunya itu. "Kamu harusnya bisa bangun lebih awal dari majikannya!"


"Ta-Tante..."


"Tunggu apa lagi, kamu?!"


Yasmin terlihat tidak berdaya dan tidak bisa menjawab. Ia berpaling dari tatapan ibu mertuanya dan hanya bisa menundukkan kepala, membiarkan air matanya mengalir kembali.


"Saya gak suruh kamu nangis! Sampai nangis darah pun saya gak akan pernah merasa kasihan padamu. Tunggu apalagi?! Sekarang kamu cepat bersiap diri untuk pergi belanja! Jangan buat saya semakin marah dan membenci kamu, Yasmin!" Cecarnya dengan nada satu oktaf. 


Lihat selengkapnya