Bukan Primadona Sekolah

Joselia
Chapter #3

Bab 3

Hangatnya matahari begitu terasa di tubuh, ketika benda langit berbentuk bulat mulai merangkak naik. Kapas berwarna putih ikut mengisi kosongnya langit, menemani matahari di atas sana.

Kaki Raya melenggang masuk ke area sekolah dan mulai menapaki lantai beralaskan keramik disetiap koridor kelas yang dilewatinya.

Mata jernihnya mendadak rabun, telinganya mendadak tuli, ketika sekumpulan murid menatap ke arahnya. Seperti biasa, manusia-manusia kurang kerjaan itu menggibahkan Raya. Bukan SMK Ujung Berung namanya, jika mereka tak membicarakan dan memelototi Raya.

Raya menghentikan langkahnya dan menoleh ke samping, saat kakak kelas yang tak akrab dan dikenal tiba-tiba memanggilnya disertai larian kecil.

“Ada apa, Kak?” tanyanya sopan.

“Kelas kamu dekat perpustakaan kan? Titip buku paket dari kelas, Kakak, dong.” Belum juga Raya mengiyakan, kakak kelas yang tak diketahui namanya itu langsung mengalihkan buku paket tersebut ke tangan Raya. Perilaku tersebut sungguh menyebalkan.

“Makasih ya, Raya. Kamu baik sama cantik deh!” lanjutnya dengan kata-kata manis dan sok tulus.

Raya hanya diam, ia begitu benci ketika ada orang yang memuji dirinya, karena menurutnya orang itu sedang mengejeknya. Bukannya suudzon, tetapi kenyataannya seperti itu, sampai saat ini tak ada orang yang memujinya cantik, kecuali dirinya sendiri. Kaki Raya kembali melangkah, ketika kakak kelas itu tak ada di pandangannya lagi.

Tinggal melewati kelas XI–TSM 3 maka Raya akan sampai di perpustakaan. Raya menghentikan langkahnya, kala di depan kelas tersebut, semua penghuninya nongkrong di depan kelas. Tampak mereka sedang sibuk menggoda siswi cantik yang berjalan melewatinya.

Tanpa pikir panjang, Raya berbalik arah. Gadis itu memilih jalan memutar, bersebrangan dengan dirinya berdiri.

“Buku Matematika kelas tiga disimpan dimana, Pak?” Raya bertanya pada penjaga perpustakaan, saat ia sudah sampai di ruangan yang dipenuhi rak buku berjejer.

“Di belakang, rak baris ketiga.”

Raya mengangguk dan menelusuri rak dengan tinggi dua meter tersebut. Gadis pesek itu sibuk mencari rak khusus buku paket kelas tiga.

“Ketemu!” Raya menengadahkan kepala, kala tempat buku matematika berada di atas, Raya tak bisa menjangkaunya.

Raya berjinjit disertai lompatan agar sampai di atas rak. Beruntung buku yang dibawanya hanya tiga, jadi cukup memudahkan Raya.

“Raya.” 

“Runo,” gumam Raya.

“Ngapain berdiri di rak buku khusus kelas tiga? Mau nyolong?” tanya Runo.

“Mana mungkin! Emang separah itu kah wajah gue sampai lo ngira gue nyolong?” ucap Raya dengan nada berat.

Runo menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Lelaki itu memberi senyum kaku, merasa tak enak atas ucapannya tadi.

Sorry, gue gak bermaksud. Terus lo ngapain berdiri di situ?”

“Gue mau simpan buku di atas, tapi gak sampai!” kata Raya.

“Mana biar gue simpan.” Runo menyaut buku-buku tersebut, kemudian dengan mudahnya ia menyimpan di rak paling atas.

Raya dan Runo berjalan beriringan menuju kelas. Sesampai di kelas. Raya langsung menyampirkan tasnya di kursi dan duduk.

Selang beberapa menit, bel masuk berbunyi. Sang guru masuk dan mulai melakukan pembelajaran.

Istirahat

“Tadi di hukum dulu?” tanya Maya menghentikan makannya.

“Nggak.”

“Terus?” kini Tisya ikut menimbrung.

“Gue simpan buku paket kakak kelas,” balasnya.

Lihat selengkapnya