Bukan Rumah untuk Pulang

Naa Ruby
Chapter #10

Gangguan

Langkah kaki Icha terasa sedikit berat. Dengan tas ransel berisi laptop di punggungnya, dan juga beberapa buku tebal di pelukannya, belum lagi teriknya matahari yang seperti membakar ubun-ubun, ditambah tugas skripsi yang harus segera ia kerjakan, semua itu menjadi beban tersendiri baginya.

Perkuliahan di semester tujuh sudah dimulai. Itu artinya Icha sudah harus kembali berkutat dengan pelajaran-pelajaran dan tugas-tugas. Terutama skripsinya, karena sayangnya ia mendapatkan seorang dosen pembimbing yang galak, perfeksionis, yang tidak akan segan memarahi dan mempermalukan mahasiswanya di depan dosen-dosen lain jika mereka melakukan kesalahan. Semester ini akan cukup menguras energinya.

Langkah Icha berbelok ke sebuah kedai kopi di belakang kampus. Bukan kedai kopi elit nan mahal. Tempat dan juga makanan serta minumannya standar mahasiswa saja. Icha akan mulai mengerjakan tugas dari dosen pembimbingnya di sana. Karena kedai itu sering dikunjungi mahasiswa, ada deretan komputer yang menyapa Icha saat ia memasuki tempat itu. Kedai itu juga menyediakan jasa print, fotocopy, dan warnet.

Icha memilih satu meja paling dekat dengan pintu masuk. Kakinya sudah penat. Setelah memesan segelas susu cokelat dingin, Icha mulai berkutat dengan laptop dan buku-bukunya. Icha harus mengumpulkan data sebanyak-banyaknya untuk ditunjukkan kepada sang dosen pembimbing. Itu adalah syarat pertama jika Icha ingin mendapat bimbingan yang baik. Syarat yang menjengkelkan.

Icha hendak mengetikkan sesuatu saat ponselnya berdering, panggilan dari Rizky. Dahi Icha berkerut.

"Halo, Ky, ada apa?" sapa Icha. Seumur-umur, baru kali itu Rizky meneleponnya.

"Udah pulang kuliah, Cha?" Rizky balik bertanya.

"Udah. Ini aku lagi nugas," jawab Icha. Jemari kanannya masih sibuk mengetik sementara tangan kirinya menempelkan ponsel pada telinga.

"Bukannya kamu kuliah dari pagi?"

"Iya. Memangnya kenapa?"

"Berarti dari pagi kamu juga belum makan, dong?"

Seketika jemari Icha berhenti mengetik.

"Terus kenapa, Ky?" Icha menggeleng-geleng heran.

Lihat selengkapnya