Bukan Rumah untuk Pulang

Naa Ruby
Chapter #17

Benci

Icha terpaku melihat kondisi ibu Andri yang sedang terbaring di ranjangnya. Di dalam sebuah kamar yang sedikit temaram. Seorang pria yang Andri panggil 'Bapak' membangunkan istrinya yang sedang tidur itu. Memberitahunya bahwa ada tamu yang datang.

Sang istri terbangun, lalu perlahan bangkit duduk dibantu suaminya. Icha dapat melihat mata sebelah kiri ibu Andri yang besar membengkak. Tiga kali lebih besar dari seseorang yang matanya lebam terkena pukulan. Icha tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya.

Saat ibu Andri menatap Icha, Icha buru-buru menghampiri dan menyalami wanita yang tampak lemah itu. Kemudian duduk di sisi kaki ibu Andri.

"Saya Icha, Bu. Temannya Andri." Icha membuka pembicaraan seraya menoleh pada Andri yang berdiri di ambang pintu. Andri mendekat, bersimpuh di samping ranjang ibunya.

"Icha ini sepupunya kerja di rumah sakit, Bu. Insya Allah bisa bantu kita." Andri menggenggam tangan kanan ibunya.

"Terima kasih, Nak Icha. Kamu baik sekali. Kamu juga cantik sekali." Ibu Andri tertawa kecil. Tangan kirinya membelai kepala Icha. Icha tersenyum. Kapan terakhir kali ia merasakan belaian seperti itu?

"Ibu jangan khawatir. Kakak sepupu Icha itu, Kak Gea, punya banyak kenalan di rumah sakit lain. Koneksinya itu pasti bisa banyak bantu." Icha tersenyum menyemangati. Sorot mata ibu Andri tampak berbinar. Sebelah mata, hanya mata sebelah kanannya. Karena mata kirinya hanya tampak bengkak, memerah, dan bola mata yang bergerak lambat.

"Nak Icha teman kuliah Andri di magister? Dia belum pernah ajak teman perempuannya ke sini. Kecuali kalau ada tugas kelompok rame-rame." Ucapan ibu Andri membuat Icha melirik laki-laki itu sekilas.

"Icha teman SMA Andri, Bu. Kebetulan tadi lagi kumpul-kumpul, terus..."

"Terus karena Icha bilang soal Kak Gea itu, akhirnya aku ajak ke sini, Bu. Dan juga, Icha lagi kabur dari rumah."

Icha melotot. Ia saja tadi sedang ingin memilih-milih kalimat yang pas. Andri ini justru mengatakannya begitu saja seperti tak ada masalah!

"Icha kenapa kabur dari rumah, Nak?" Ibu Andri tampak mengernyit.

"Icha ... lagi gak pengin ketemu sama ayah sama kakak Icha, Bu." Icha akhirnya mengaku juga. Terpaksa, gara-gara Andri!

"Tapi Nak Icha gak bisa tinggal di rumah ini, ya. Nanti malam Nak Icha tidurnya di rumah bibinya Andri saja. Di rumah sebelah. Kalau di rumah ini, orang-orang kampung bisa marah." Bapak Andri yang sedari tadi diam menjelaskan.

"Iya, Pak. Icha ngerti. Gak apa-apa, kok." Icha tersenyum masam. Ada rasa tidak enak di benaknya. Ia takut akan merepotkan keluarga itu.

"Ayo, Cha, ke rumah Bibi. Udah ditunggu sama yang lain di sana." Andri bangkit, mengajak Icha untuk beranjak.

"Ibu istirahat, ya," ucap Icha. Ibu Andri tersenyum, lalu kembali berbaring dibantu suaminya. Icha dan Andri berjalan ke luar rumah. Menuju rumah Bibi Andri tepat di sebelah kiri rumah Andri. Teras rumah mereka bahkan menyatu. Hanya ada lorong agak lebar di antara kedua rumah itu. Lorong yang berkeramik itu pun masih bersambungan dengan teras rumah Andri dan bibinya.

Icha dan Andri mengucap salam bersamaan saat memasuki rumah bibi Andri yang terbuka pintunya. Ternyata beberapa orang tengah berkumpul di ruang tamu.

Lihat selengkapnya