Bukan Rumah untuk Pulang

Naa Ruby
Chapter #14

Parang

Icha menggeram. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Mas Evan kembali, tapi ponsel kakaknya itu masih saja tidak aktif. Apa batrei ponselnya habis? Kenapa harus terputus di saat seperti ini? Apa yang tadi kakaknya ingin katakan? Icha membuang napasnya kesal.

Surat? Surat apa yang dimaksud kakaknya? Argh ... Icha mengacak-acak rambutnya frustasi. Dengan kesal Icha menarik selimutnya. Lalu tidur.

------------

Esok paginya Icha masih berusaha menghubungi Mas Evan. Belasan pesan juga sudah ia kirimkan. Ia harus segera tau apa yang hendak dikatakan kakaknya itu. Mas Evan akhirnya menjawab panggilan Icha yang ke-delapan di pagi itu.

"Halo, Dek. Banyak amat ini missed call sama chat."

"Mas, itu surat maksudnya surat apa?" Icha langsung bertanya to the point. Tak mengindahkan ucapan Mas Evan sebelumnya.

"Surat apa, Cha?" di seberang, Mas Evan justru balik bertanya.

"Hiiih ... gimana, sih? Semalam Mas Evan ngomongin surat, sebelum tiba-tiba keputus teleponnya ... surat apa maksudnya?" Icha mulai merajuk. Ia tidak akan melepaskan kakaknya itu kalau masih tidak mengerti apa yang dimaksud Icha.

"Oh ... iya, iya ... Mas Evan ingat. Semalam Mas Evan itu mau tanya. Apa kamu udah tau soal surat yang dikasih Tante Venty buat Ayah?" Akhirnya Mas Evan mengerti. Namun jawaban Pria itu justru membuat Icha mengernyit.

"Surat, Tante Venty? Maksudnya ... amplop putih yang dititipin Tante Venty?"

"Iya. Itu isinya surat buat Ayah. Jadi kamu belum tau, ya."

"Belum ... emang isi suratnya apa? Kok Mas Evan tau soal surat itu? Baru juga kemarin lusa Icha kasih ke Ayah?" Icha semakin dibuat tidak mengerti oleh kakaknya itu.

"Kamu tanya langsung, deh, sama Ayah. Mas Evan mau berangkat kerja, Cha. Udah, ya ... see you, Adekku sayang." Mas Evan mengakhiri panggilan. Benar-benar meninggalkan Icha dengan kebingungannya. Icha harus menanyakan soal surat itu pada Ayahnya. Mas Evan tidak akan tiba-tiba membahas tentang surat itu kalau tidak ada hubungannya dengan kekacauan yang Icha ceritakan, bukan? Sepertinya memang begitu.

Icha pun keluar dari kamarnya.

"Ayah...!" Icha harus segera menemukan Ayahnya.

"Ayah...!" panggil Icha lagi. Kini ia berjalan menyusuri ruang tengah. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu. Apa Ayahnya sudah pergi bekerja? Icha menepuk dahinya frustasi. Kalau Mas Evan bekerja tentu saja Ayahnya juga! Mereka, kan, bekerja di tempat yang sama, di perusahaan keluarganya.

Icha lalu memutar langkah menuju kamar ayahnya. Ia masih berharap ayahnya belum berangkat dan masih ada di kamarnya. Ia pun hendak mengetuk pintu kamar ayahnya saat tiba-tiba seorang wanita keluar dari sana.

"Kamu cari ayah kamu? Yang ternyata dari kecil emang gak tau diri dan kekanak-kanakan itu?" Wanita itu tertawa sinis. "Kakaknya sendiri aja menyesal punya adik kayak ayahmu itu. Oh iya, ayahmu udah berangkat kerja kalau kamu lagi cari dia." Ibu tiri Icha itu kemudian pergi begitu saja, setelah membuang selembar kertas dengan sebuah amplop ke lantai sembarangan. Ingin rasanya Icha menelan wanita itu bulat-bulat!

Apa yang sudah dikatakan wanita itu? Seenaknya saja menghina ayahnya! Segera Icha mengambil selembar kertas yang tergeletak di lantai. Dilihat dari amplop putih yang juga dibuang, sepertinya kertas itu adalah surat dari Tante Venty yang dimaksud Mas Evan.

Lihat selengkapnya