Bukan Rumah untuk Pulang

Naa Ruby
Chapter #15

Dicari Monster

Icha menjerit! Rasanya semua suara yang ia punya di tenggorokan ingin ia keluarkan semuanya. Demi melihat hal yang tak pernah dan tak ingin ia lihat seumur hidupnya. Melihat ayahnya sudah bersiap memukulkan parang pada seseorang! Ayahnya yang begitu penyayang, tak akan pernah melakukan hal seperti itu!

Gerakan tangan ayah Icha itu terhenti. Pria itu menoleh pada sumber suara jeritan, pada putrinya. Mas Evan berlari ke tempat ayah mereka. Merebut parang di tangan ayahnya dengan kasar. Sementara Icha berdiri lemas, masih tak mampu mempercayai apa yang dia lihat.

"Ayah jangan begini, Yah! Tahan emosi Ayah! Keadaan gak akan membaik kalaupun orang ini mati di tangan Ayah!" Mas Evan membentak ayahnya. Ia seperti ingin menyadarkan ayahnya itu. Pria paruh baya itu terhuyung. Tangannya gemetar.

"Orang ini ... orang ini dan keluarganya cuma memanfaatkan uang Ayah. Dia ambil uang-uang perusahaan. Dia bahkan selingkuh dengan Manajer Keuangan di kantor!" Ayah Icha itu hendak mengambil lagi parang yang telah dibuang Mas Evan. Mas Evan menahan tubuh ayahnya. Mas Evan bahkan mendorong tubuh ayahnya keras hingga pria itu terjerembab ke tanah.

"Evan tau. Evan udah tau semuanya! Manajer itu udah gak ada lagi di kantor sekarang. Jadi buat anda," Mas Evan menunjuk istri ayahnya, "silakan pergi dari sini atau saya akan menyuruh orang-orang di kampung ini yang mengusir anda! Seperti nasib selingkuhan anda itu!" Mas Evan menghardik istri ayahnya. Wanita itu tampak tertatih ingin berdiri. Ada beberapa bagian baju wanita itu yang sobek. Apa yang sudah diperbuat ayahnya sebelum ini? Icha memejamkan mata, tak mampu membayangkan.

Mas Evan menghampiri ayahnya lagi, membantunya berdiri. Dari belakang Mas Evan, Icha bisa melihat istri ayahnya yang sedang mengayunkan parang hendak menyabetkan benda itu pada kakaknya. Icha tercengang.

"Mas Evan!" Icha menjerit sekuat tenaga. Mas Evan menoleh. Dengan cepat pria itu berhasil menghindar. Lalu balik mencekal tangan wanita itu. Parang di tangannya terlepas. Icha bergidik ngeri. Dari mana ayahnya mendapat benda seperti itu?

"Anda jangan membuat saya marah!" dengan terus mencekal erat kedua tangan wanita itu, Mas Evan berteriak murka. Kemarahan di wajahnya tak pernah dilihat Icha. Bagaimana bisa hari ini dua orang yang begitu dikenalnya berubah dalam sekejap? Icha menangis.

"Jangan macam-macam kamu, Diana." Ayah Icha sudah bangkit berdiri. "Pergi dari sini, atau aku akan membakar kamu hidup-hidup!" Sudah. Icha menutup kedua telinganya. Ia berlari ke dalam rumah. Ia tidak mau lagi mendengar kata-kata kasar lainnya yang keluar dari bibir orang-orang yang menurutnya sangat lembut dan penyayang selama ini. Icha begitu tidak percaya dengan apa yang ia saksikan saat itu.

Icha masuk ke kamarnya. Masih menangis, Icha memasukkan beberapa bajunya ke dalam tas. Ia akan pergi dari rumah itu. Ia tidak mau lagi melihat ayah ataupun kakaknya yang hari ini telah berubah menjadi monster. Icha lalu melompati jendela kamarnya. Ayah dan kakaknya pasti mengira ia hanya mengurung diri di kamar. Icha tidak peduli.

Seperti kemarin, Icha membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di tempat ini, tempat kos Fitri. Hanya tempat ini yang bisa ia tuju untuk kabur. Sejurus kemudian ia mengetuk pintu kamar kos Fitri, berharap Fitri ada di dalam. Ia tidak bisa menghubungi Fitri lebih dulu. Ponselnya tertinggal di rumah. Detik berikutnya pintu kamar itu terbuka.

"Icha? Kok gak kabarin aku dulu kalau mau ke sini?" Fitri menyambut. Icha bersyukur amat lega. Fitri lalu mengajak Icha masuk.

"Handphoneku ketinggalan," jawab Icha singkat.

"Kok ... bisa, sih...? Kamu," Fitri memandangi Icha beberapa saat, "ya udah, kamu istirahat dulu aja." Dari gelagat Icha, Fitri sepertinya mengerti kalau sahabatnya itu sedang memiliki masalah.

"Kamu udah sarapan? Aku beliin bubur, ya?"

Icha menggeleng mendengar tawaran dari Fitri.

"Aku udah sarapan, Fit," jawab Icha kemudian.

"Ya udah kamu istirahat aja. Aku mau beli sarapan dulu." Fitri lalu keluar. Icha merebahkan dirinya di lantai kamar kos Fitri yang berkarpet. Icha memikirkan kejadian yang sedari kemarin ia lihat. Pertengkaran ayah dengan ibu tirinya, penjelasan Mas Evan tentang surat Tante Venty, sampai kejadian di samping rumah yang membuat ayah dan kakaknya tak lagi ia kenali.

Fitri kembali ke kamar dengan membawa sekotak bubur, dan dua kotak susu dingin. Ia menyerahkan sekotak susu pada Icha.

"Kamu kenapa, Cha?" tanya Fitri sembari menyuapkan buburnya ke dalam mulut. Icha hanya menggeleng lemas.

"Gak apa-apa. Ada masalah dikit di rumah."

Lihat selengkapnya