Wajah Putri memerah. Kali ini Icha benar-benar yakin kalau Putri memang menyukai Angga. Kalau diperhatikan, sebenarnya Putri ini cukup manis juga. Hanya saja tertutup dengan penampilannya yang terlalu sederhana. Kulitnya juga cerah. Cuma terlalu kentara kalau kering. Bila dirawat, dia pasti akan cantik sekali.
"Apa yang kamu suka dari orang kayak Angga begitu?" tanya Icha setelah selesai menilai penampilan Putri secara singkat.
"Mmm..." Wajah Putri masih memerah. Icha terpana juga melihat sikap Putri yang malu-malu begitu. Ternyata ada juga yang mau menyukai Angga. "Menurutmu siapa yang gak menyukai cowok yang punya wibawa tinggi dan bertanggung jawab?" lanjut Putri.
"Emangnya Angga begitu?" tanya Icha tak percaya. Wibawa apanya? Dan apanya yang bertanggung jawab?
"Ucapan dia bahkan lebih didengar dibanding ketua OSIS, Cha. Dan, dengan caranya jagain kamu selama ini apa gak bertanggung jawab namanya?" Kini Andri yang menyahut. Rupanya dia mendukung Putri. Tunggu, apa dia sedang memuji Angga? Setelah semua sikap Angga selama ini?
"Itu lah kenapa aku iri banget sama kamu," imbuh Putri. "Bagi aku, atau siapa pun yang suka sama Angga, ada di posisimu itu impian, Cha. Kamu mendapatkan apa yang gak aku dapatkan. Kamu punya apa yang aku gak punya. Kamu mendapatkan dan punya segalanya. Aku sering berpikir, bagaimana bisa Tuhan begitu baik sama kamu." Putri menatap Icha sendu. Apa sebegitu besar rasa irinya pada Icha? Icha merasa Putri menyimpan perasaannya itu begitu dalam. Namun Icha tak menemukan kebencian di diri Putri padanya. Hanya sebuah keirian semata. Apa bisa seperti itu?
"Tapi kamu gak ngerti gimana kehidupanku sebenarnya." Icha balik menatap Putri.
"Ya, aku emang gak ngerti gimana kehidupanmu. Tapi yang mau aku bilang adalah, semua manusia pasti punya masalah. Pasti punya kekurangan dalam hidupnya. Pasti pernah dan akan selalu melihat kelebihan ada pada orang lain. Gak terkecuali kamu. Tapi yang perlu kamu tau, ada aku di sini yang iri sama kamu. Jadiin ini sebagai rasa syukur kamu, Cha." Tatapan Putri masih sendu, namun ia tersenyum. Icha bungkam. Tak pernah menyangka ia akan menerima ucapan seperti itu.
"Aku...," Icha menarik napas. "aku gak tau kalau selama ini kamu..."
"Gak apa-apa, Cha." Putri tersenyum. "Asal kamu tau, di sekolah, ada banyak banget siswi yang juga merasakan hal yang sama kayak aku. Gak sedikit, loh, yang suka sama Angga," sambung Putri lalu tertawa. Sedangkan kedua mata Icha melebar.
"Aku masih gak percaya kalau si Angga itu disukai banyak cewek." Ia bengong tak percaya. Ada-ada saja. "Oh iya, anak itu, kan, juga lagi di sini. Kamu mau ketemu?" tanya Icha antusias saat teringat kalau Angga juga berada di rumah sakit itu. Wajah Putri kembali memerah. Ya ampun, lucu sekali si Putri ini.
"Nanti aja, Cha. Kalau muka dia udah gak merah kayak jambu monyet gitu," sahut Andri yang kemudian tergelak. Putri langsung menjitak kepala Andri dengan keras. Mereka pun terbahak di tengah taman. Lalu refleks mengatupkan mulut masing-masing saat sadar bahwa banyak orang sakit di sekitar mereka. Tapi tak menyudahi tawa yang coba mereka tahan sekuat tenaga.
"Tapi kalau pengen ketemu sekarang juga gak apa-apa, Put. Mumpung dia ada di sini. Kalau enggak, kamu gak bakal bisa ketemu dia lagi, loh," ujar Andri setelah tawa mereka reda. "Aku sama Icha juga mau balik ke tempat ibuku soalnya," lanjutnya.
"Ya udah, kalian balik dulu aja. Nanti aku nyusul. Aku mau lihat Nenek dulu. Nanti aku chat kamu, ya," balas Putri pada Andri. Ternyata neneknya yang sedang sakit.
"Oke. Yuk, Cha, kita balik," ajak Andri seraya berdiri. Icha mengangguk. Mereka pun berjalan pergi. Melangkah menuju ruang pemeriksaan ibu Andri. Di depan ruangan yang mereka tuju, semuanya ternyata sudah berkumpul. Termasuk ibu Andri yang duduk di kursi roda. Icha buru-buru menyalami wanita paruh baya itu, yang kemudian mengusap kepala Icha lembut. Icha menyunggingkan senyum haru.
"Dari mana aja kamu?" tanya Mas Evan dengan nada yang sepertinya dibuat-buat agar terdengar ketus.
"Tuh." Icha menunjuk Angga. "Dia yang gak bolehin Icha ke sini." Icha menjulurkan lidah. Berhasil menggagalkan usaha kakaknya yang ingin berpura-pura memarahinya. Semuanya tertawa melihat tingkah kakak beradik itu. Kemudian semua orang berjalan menuju pelataran parkir. Mas Evan menuju mobilnya, sementara keluarga Andri menuju mobil yang mereka sewa.
"Icha!" Terdengar suara Putri memanggil dari arah belakang. Icha, Angga, Andri, dan Azhar pun menoleh. Hanya mereka yang berjalan paling belakang.