Bukan Rumah untuk Pulang

Naa Ruby
Chapter #23

Adik Tersayang

Icha mendelik kaget. Apa Angga sedang bercanda? "Magang? Di kantor Ayah? Kalian? Sejak kapan? Kok aku gak pernah tahu?" Icha heran, mengapa sepertinya banyak sekali hal yang ia tidak tahu? Sepertinya semua orang suka sekali menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Icha kesal jadinya.

"Kalau aku, sih, udah setengah tahunan, Cha. Udah sejak semester enam kemarin. Aku emang gak kasih tau kamu. Ntar kamu recokin aku kerja, lagi." Angga terkekeh. Sebenarnya Icha betul-betul kesal. Ia merasa dipermainkan. la jadi bertanya-tanya, sebenarnya ia dianggap apa oleh orang-orang terdekatnya? Kenapa seolah segala hal yang sudah terjadi di sekitarnya tak boleh ia ketahui?

la kembali teringat perkataan Mas Evan. Saat kakaknya itu minta maaf karena tak menceritakan yang sebenarnya terjadi padanya. Dan justru membiarkan Icha melihat semuanya saat keadaan sudah kacau balau. Sepertinya sekarang bukan hanya Mas Evan yang salah. Tapi semua orang! Semua orang bersikap sama seperti Mas Evan. Menyembunyikan banyak hal dari dirinya. Ia kesal!

Icha berdiri. Tak menanggapi jawaban Angga atas pertanyaannya. Icha sudah malas.

"Cha, kok pergi, sih? Mau ke mana?" Angga menahan tangan Icha.

"Aku malas, mau pulang," jawab Icha enggan.

"Enggak, enggak. Tadi kamu gak begini, baik-baik aja. Kamu kenapa, hei?" Angga menarik tangan Icha agar kembali duduk. "Kamu kenapa, sih?" tanya Angga lagi saat Icha sudah duduk kembali. Gadis itu menghembuskan napas keras.

"Aku baru sadar, deh. Kalian semua hampir selalu menyembunyikan banyak hal dari aku. Sebenarnya aku ini dianggap apa, sih? Anak kecil? Atau orang gak penting yang gak perlu tau apapun yang kalian lakukan?" Icha melirik Angga kesal. 

"Astaga, Cha. Kenapa pikiran kayak gitu bisa ada di kepala kamu, sih? Siapa yang menganggap kamu begitu?" Angga menatap Icha tak mengerti. "Ah, tunggu. Pasti gara-gara aku gak kasih tau kamu kalau aku magang di tempat ayah kamu, iya?" Angga terus menatap Icha mencari kepastian. Namun ternyata gadis itu menggeleng.

"Bukan cuma itu, Ga. Bukan cuma kamu. Mas Evan, dia tau persis rumah tangga Ayah bermasalah. Tapi Mas Evan gak pernah kasih tau aku apa-apa. Dan aku harus tau semuanya saat keadaan udah benar-benar berantakan! Belum lagi Ayah. Aku gak tau seberapa banyak hal lagi yang Ayah rahasiakan dari aku." Icha membuat jeda sesaat. "Kamu, setelah bertahun-tahun aku bahkan baru tau kalau kamu mengenal Putri." Angga tampak hendak menyela. "Belum lagi kak Awan." Angga urung menyahut mendengar nama yang diucapkan Icha. Sepertinya nama itu masih terdengar asing di telinganya. "Dia bahkan gak kasih tau kalau kenal sama Azhar." Icha menutup kalimatnya dengan wajah tertekuk

"Azhar?" Angga kembali tidak mengerti. "Cha..., apapun itu, semua orang pasti punya alasan buat gak kasih tau kamu. Mereka--"

"Termasuk kamu? Terus alasan kamu apa gak cerita ke aku soal Putri? kamu yang paling gak suka liat aku dekat sama anak-anak yang bukan bagian dari kita. Dan menurutmu Putri siapa? Dia bahkan bukan murid kelas unggulan! Apa selama ini aku terlalu bodoh?" Emosi Icha meninggi.

"Cha, bukan begitu. Aku baru ketemu Putri sekali, pas di UKS. Waktu itu aku lagi nungguin penjaga UKS yang masih keluar. Terus Putri datang, mukanya pucat. Dan tiba-tiba dia pingsan pas baru ngelewati pintu. Aku cuma nolongin dia buat istirahat di UKS. Aku juga tau kalau nama dia putri dari nametag yang dia pakai. Setelah penjaga UKS datang dan setelah aku dapat obat yang aku cari, aku pergi. Aku bahkan gak sempat ngomong apa-apa sama Putri. Menurutmu kejadian kayak gitu perlu aku ceritain? Gak penting juga, Cha." Sorot mata Angga terlihat sungguh-sungguh.

"Itu kejadian kelas berapa?" tanya Icha. Wajahnya sudah melunak. 

"Kelas sebelas."

"Dan kamu masih ingat Putri sampai sekarang?"

"Hah?"

"Masih gak mau ngaku kalau suka sama dia?"

Lihat selengkapnya