Hari yang ditunggu Icha akhirnya tiba. Hari sidang skripsinya. Meski ia sudah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang, meski ia sudah hapal di luar kepala apa yang akan ia presentasikan, meski ia sudah mempersiapkan segala kemungkinan pertanyaan yang bisa ia terima dari para penguji, tetap saja ia gugup.
Icha sampai di gedung tempat ia akan menjalankan sidang skripsi saat beberapa temannya sudah berkumpul mempersiapkan ruangan. Saat memperhatikan teman-temannya, Icha menyadari sesuatu. Jas almamaternya tertinggal di rumah! Astaga, Icha kontan panik. Ia sudah akan menelepon Mas Evan saat salah satu temannya menenangkan.
"Gantian pakai jasku aja, Cha. Emang kamu mau hubungin keluargamu di rumah? Dari luar kota sampai sini jam berapa, coba?"
"Ya ampun, Lin. lya kamu benar. Aku panik banget, maaf, ya," ucap lcha pada temannya yang bernama Lina itu. Ada sekitar sepuluh mahasiswa yang juga sidang hari itu bersama Icha. Sembari menunggu gilirannya memasuki ruangan, Icha tak henti menenangkan dirinya dan berdoa. Ia sengaja tidak kembali menghapal atau sekedar membuka isi skripsinya. Itu hanya akan membuatnya kian gelisah. Apalagi setiap melihat teman-temannya yang baru keluar dari ruang sidang dengan ekspresi yang bermacam-macam, itu saja sudah membuatnya mulas.
Sampai tiba saat nama Icha dipanggil, Lina buru-buru memberikan jas almamaternya untuk dipakai Icha. Icha hampir saja lupa itu. Setelah menarik napas dalam, Icha pun memasuki ruang sidang yang sudah dihuni oleh beberapa orang penguji itu, termasuk dosen pembimbing Icha yang galak juga sudah ada di dalam.
Setengah jam lebih Icha menghabiskan waktu di ruang sidang. Saat keluar dari ruangan itu, perasaan Icha campur aduk. Raut wajahnya pun tak terbaca. Melihat Icha sudah keluar, Lina langsung menariknya, bergabung dengan teman-temannya yang lain.
"Cha, gimana? Kok wajahmu datar banget gitu, sih? Gak mungkin, deh, kamu kesulitan jawab pertanyaan penguji. Ceritain dong, Cha, cerita!" Lina menggoyang-goyangkan lengan Icha tak sabar. Ditambah dengan tatap penasaran teman-temannya yang lain
"Aku lupa gak bawa draft skripsiku sendiri."
"Terus?"
"Dipinjamin sama Bu Indah."
"Ah, di saat seperti ini dosen pembimbingmu itu bisa baik juga ternyata. Terus, terus?"
"Aku juga lupa gak bawa catatan apa-apa."
"Serius? Terus kamu presentasi sama jawab pertanyaan penguji gimana?"
"Untungnya aku masih ingat semua yang udah aku persiapin sejak minggu lalu."
"Gak ragu, sih, aku. Kamu emang orangnya pintar. Terus, terus?"
“Aku bahkan lupa gak bawa pulpen buat catat pertanyaan sama revisi dari penguji."
"Ya ampun, Cha. Segininya kalau lagi panik. Untung otakmu encer. Terus tadi gimana?"