Bukan Rumah untuk Pulang

Naa Ruby
Chapter #29

Genggaman Yang Mengacaukan

Akhir-akhir ini, selain mengurus persyaratan wisuda, tak ada lagi yang Icha lakukan. Semua persyaratan pun sudah selesai ia lengkapi. Saat ini gadis itu hanya menunggu hari wisudanya saja. Jadilah beberapa waktu terakhir, Icha hanya di rumah saja. Sesekali ia menyambangi Angga ke rumahnya, tapi tak bisa terlalu sering. Ia tak ingin mengganggu Angga yang sedang bergelut dengan skripsinya.

Hari ini, untuk mengusir rasa bosan, Icha memutuskan untuk ikut ayahnya bekerja. Ayahnya mengizinkan, dengan syarat, ia tak diperbolehkan menyentuh pekerjaan apa pun di kantor, bertanya-tanya boleh, tapi bekerja tidak. Yang benar saja! Icha sudah akan wisuda dan bukankah wajar jika anak seusianya mulai bekerja? Angga dan Azhar saja sudah lama magang, lalu apa salahnya? Di sinilah terkadang Icha merasa ayahnya terlalu berlebihan. Tapi ia juga tidak bisa membantah, bisa-bisa nanti ayahnya justru melarangnya pergi ke kantor.

"Yah, Icha tanya boleh, kan?" Icha mulai memecah keheningan di ruangan ayahnya. Ia ingin menggunakan kebijakan yang telah ayahnya buat, tak boleh menyentuh pekerjaan, tapi boleh bertanya. Maka, itulah yang ia lakukan.

"Iya boleh, Nak. Mau tanya apa?" sahut ayahnya masih dengan pandangan yang terfokus pada laptop di hadapannya.

"Kenapa Ayah gak bolehin Icha kerja apa-apa di sini?" tanya Icha. Ia meyakinkan diri bahwa itu bukanlah sebuah protes, hanya pertanyaan. Tapi, apa pertanyaan Icha itu mengganggu ayahnya? Karena saat ini ayahnya menoleh ke arah puterinya itu. Jemari yang tadinya berkutat di atas keyboard kini terlipat, bersedekap di atas meja kerjanya. Badannya pun diputar agar dapat menghadap lurus ke arah anak bungsunya itu. Icha mengerjap melihat reaksi ayahnya. Apa ayahnya akan marah?

"Kenapa Icha tanya gitu?" Ayahnya balik bertanya. Kalau dilihat dari wajahnya, sih, sepertinya pria itu tidak marah. Icha pun melanjutkan.

"Icha pengin tau aja, Yah. Angga sama Azhar udah berbulan-bulan magang di sini. Kenapa Icha gak boleh? Mas Evan juga kerja di sini. Kenapa Icha gak boleh?" Kembali Icha meyakinkan diri bahwa ia hanya sekedar bertanya, bukannya protes. Meski mau didengar oleh anak kecil pun, nada bicaranya jelas-jelas terdengar sedang memprotes.

"Memangnya kamu mau kerja apa di sini, hm?" tanya ayahnya. Kemudian pria itu menjatuhkan tubuhnya ke sandaran kursi, dengan masih menghadap Icha. Seolah telah bersiap untuk melayani segala pertanyaan anak itu dengan kesabaran penuh.

"Yaaa, apa aja yang penting bisa bantu Ayah," jawab Icha sungguh-sungguh.

"Masalahnya, Ayah tidak menerima karyawan serabutan di sini. Jadi, tujuannya bekerja di sini harus jelas, latar belakang pendidikannya juga jelas. Kamu, kan, sarjana saja belum," balas ayah Icha dengan mimik wajah dibuat serius. Icha tahu ayahnya sedang bercanda, tapi perkataan ayahnya sangat menyebalkan.

"Ayaaah!" Icha mulai merajuk.

"Dan, Ayah juga gak menerima karyawan suka ngambek kayak begitu di sini," timpal ayahnya sembari tertawa.

Lihat selengkapnya