Pergi meninggalkan kantor Ayahnya, Icha kemudian diajak Azhar ke sebuah kafe tak jauh dari sana. Sampai di kafe yang bernuansa homey itu, mereka disambut oleh seorang waitress yang kemudian dengan sigap mencarikan tempat duduk untuk mereka. Sesudahnya, Azhar menuju sebuah foodstall untuk memesan makanan, tentunya setelah menanyakan apa yang juga ingin Icha pesan. Azhar lalu kembali ke bangku mereka seusai dari kasir.
"Wisudamu dua minggu lagi ya, Cha?" tanya Azhar membuka pembicaraan. Icha mengangguk, juga tersenyum.
"Kamu kapan?" Icha balik bertanya.
"Tepat waktu ajalah aku, semester depan." Azhar menampakkan cengiran. "Masih nuntasin organisasi juga, tinggal dikit lagi purna," lanjutnya menjelaskan. Icha mengangguk-angguk paham.
"Oh iya, kalau Arin gimana?" tanya Icha kemudian.
"Kenapa Arin?" Azhar ganti bertanya.
"Ya..., " Icha berpikir sejenak, "dia kan wakilmu, pasti masih sibuk di himpunan juga. Skripsi dia terus gimana?" Icha menatap Azhar ragu. Sebenarnya bukan itu yang ingin ia tanyakan. Yang ia ingin tau adalah bagaimana kelanjutan hubungan Azhar dengan Arin. Apakah mereka sudah semakin dekat? Apa yang akan terjadi setelah keduanya purna? Apa akan berakhir di pelaminan juga, seperti Kak Awan dan Kak Dila? Tapi, Icha tidak tahu bagaimana menanyakannya. Memikirkan Arin saja rasanya sudah mampu membuat otaknya tumpul.
"Paling sama juga kayak Kak Dila kemaren, tepat waktu."
"Bareng kamu, dong, berarti wisudanya," sahut Icha cepat. Ada rasa tak nyaman menyelinap ke hatinya. Mengapa Arin selalu bisa bersama Azhar di berbagai kesempatan?
"Mungkin iya." Azhar mengedikkan bahu.
"Senangnya." Tak sadar, Icha berucap lirih.
"Senang kenapa?" Rupanya Azhar mendengar ucapan lirih Icha. Gadis itu gelagapan karenanya.
"Hah? Senang ... senang wisudanya bareng Arin," jawab Icha akhirnya. Apa kalimatnya terdengar berantakan? Tentu saja!
"Terus kenapa kalau bareng Arin?" Azhar tertawa. "Aku, kan, gak bareng dia doang. Bakal ada ratusan mahasiswa lain yang juga wisuda, Cha," lanjut Azhar menggeleng-gelengkan kepalanya geli.
"Ya ... dia, kan, wakilmu. Jadi, kan--"