Kabar yang tidak menyenangkan terdengar. Iksan baru saja mendapat perintah dari atasan di kantornya bahwa dia akan dimutasi di pulau Jawa dua hari lagi. Terkesan mendadak karena salah satu karyawan di sana mangkir dan langsung diberhentikan setelah kesalahannya yang fatal ketahuan. Jadi secepatnya membutuhkan pengganti apalagi kantor yang menjadi tempat mutasi Iksan adalah tempat yang memiliki intensitas kerja padat dan segera membutuhkan pegawai yang berpengalaman. Jadi tidak bisa ditunda lagi, Iksan harus memenuhi perintah atasannya. Meninggalkan Idan sendirian di Palu.
Masih ada kurang lebih tiga hari waktu Idan di Palu, Sebenarnya Iksan tega meninggalkan temannya sendirian dan ia begitu saja pergi. Jadi ia memutuskan untuk mengambil cara lain untuk terus bisa menemani Idan selama di sini. Agar dia tidak kesepian tanpa teman, atau biar dia tidak kesasar di kampung orang.
“Namanya Nana. Dia sahabatku selama di Palu. Dia orang asli sini. Teman kerjaku juga tapi sudah resign. Kamu simpan nomornya, aku juga sudah bilang sama dia kalau ada kamu. Iksan datang ke homestay Idan pamit sebelum besok pagi berangkat ke Surabaya. “Kalau ada apa-apa hubungi dia ya. Kamu baik-baik di sini. Tidak apa-apa kan, Dan? Maaf aku tidak memprediksi akan seperti ini.”
“Ah tidak apa-apa, San. Biarpun sendiri sebenarnya aku bisa juga kok. Beberapa hari sama kamu aku sudah mulai hapal jalanan. Nantilah kalau memang sangat urgent baru aku hubungi temanmu. Lagi pula aku sudah lumayan tahu situasi kehidupan di sini. Oke, San. Kamu baik-baik juga di Surabaya. Sampai ketemu lagi, sobat,” balas Idan dan pertemuan mereka berakhir dengan jabat tangan yang perlahan dilepas.
***
Saat ini Idan benar menikmati kota Palu seorang diri. Ia rasa cukup dengan seperti ini. Sebab ia tidak punya teman lagi. Nomor hp Nana – sahabat Iksan masih tersimpan di hp-nya, tapi ia tidak mau mengganggu istri orang dengan menyuruh Nana menemaninya. Untung di Palu sudah ada ojek online yang membantu transportasi Idan kemana-mana. Ia tidak perlu lagi mencari atau bertanya dimana harus mendapatkan angkutan umum.
Lusa, Idan sudah kembali ke Makassar. Idan merasakan seperti masih belum cukup rasanya ia berada di Palu. Setiap hari seperti dihantui rasa terburu-buru untuk menikmati segala spot di sini, sebab waktu kepulangannya terus mendekat.
Jadilah Idan di sini, di sebuah cafe pinggir pantai yang bersinar terang di malam hari. Lokasinya disebut Pantai Nelayan. Di sini, ada banyak deretan cafe yang berbeda dari cafe pada umumnya. Biasanya cafe berada di dalam ruangan, ber-AC, dan berinterior unik. Cafe-cafe di Pantai Nelayan lebih mirip sebuah cafe dermaga yang dibangun dari kayu kokoh tanpa atap, dan bersentuhkan langsung dengan bibir pantai.
Di sini, siapapun bisa menikmati indahnya bintang di langit Palu, termasuk bintang di atas gunung-gunung di sana yang bisa Idan lihat dengan jelas. Suara ombak yang perlahan menderu menjadi musik yang tak punya waktu berhenti. Dari tempatnya sekarang, Idan pun bisa melihat jembatan kuning Palu tidak berwarna kuning di malam hari. Ada banyak lampu yang bergantian menghiasi warna jembatan kebesaran Palu tersebut. Bisa kelihatan dari jauh. Sangat indah. Di gelapnya malam, jembatan yang dipenuhi warna gradasi merah ke biru, biru ke ungu, ungu ke merah muda, menambah indah malam Idan saat ini. Meskipun hanya seorang diri. Malam maupun siang, di kota ini tetap bisa membuat mata siapapun dimanjakan.
Pesanan Idan sudah datang, ia memesan stik pisang yang termasuk cemilan favorit di sini. Pisang yang diiris berbentuk stik dan digoreng lalu ditaburkan lumeran coklat dan keju. Lengkaplah malam Idan benar-benar penuh warna dan rasa yang akan menjadi kenangan indahnya.