Bukan Sekadar Keluarga

Penulis N
Chapter #3

3

Pagi itu, Evelyn merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Setelah percakapan yang penuh pengertian dengan Leony, dan kemudian dengan Theodore dan Monica, ia merasa beban yang selama ini membebani hatinya sedikit berkurang. Mungkin, hanya mungkin, ada harapan untuk mereka sebagai keluarga. Namun, ia tahu, langkah-langkah yang harus diambil tidak akan semudah itu. Ada banyak hal yang belum selesai, dan masih banyak perasaan yang terpendam.

Pagi hari itu, Evelyn memutuskan untuk mengajak Elijah pergi keluar sejenak. Ia merasa bahwa mereka berdua juga perlu berbicara lebih banyak, membangun kembali ikatan yang sempat goyah. Mereka berdua sudah melalui banyak hal, dan meskipun tidak selalu menunjukkan perasaan mereka satu sama lain, Evelyn tahu bahwa kehadiran Elijah selalu memberikan rasa tenang yang sulit ia ungkapkan.

Di luar, angin pagi yang segar menyambut mereka. Evelyn dan Elijah berjalan berdua di taman kecil di dekat rumah mereka, tempat yang selalu mereka kunjungi saat masih kecil. Evelyn bisa merasakan ketegangan yang ada di antara mereka. Elijah selalu menjadi sosok yang tenang, tetapi ia juga tahu bahwa adiknya itu memiliki beban yang cukup berat. Entah kenapa, belakangan ini ia merasa ada jarak yang semakin besar di antara mereka berdua.

"Ada yang ingin kamu bicarakan, Eli?" tanya Evelyn, mencoba membuka percakapan.

Elijah menoleh ke arahnya, tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Aku merasa sedikit terasing, Kak. Aku tahu kita selalu dekat, tapi kadang aku merasa seperti... seperti aku tidak benar-benar ada di sini. Kadang, aku merasa kamu sibuk dengan urusan keluarga yang lain dan aku hanya jadi bagian latar belakang."

Evelyn berhenti sejenak, terkejut dengan pernyataan Elijah. Selama ini, ia merasa sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga kedekatan dengan adiknya, tetapi ternyata, ada perasaan yang tidak ia sadari. Evelyn menggenggam tangan Elijah, menatapnya dengan penuh perhatian. "Aku minta maaf, Eli. Aku benar-benar tidak tahu kamu merasa seperti itu. Aku selalu berusaha untuk ada untukmu, tapi mungkin aku sering lupa untuk mendengarkanmu lebih dalam. Aku janji, aku akan lebih memperhatikanmu."

Elijah mengangguk pelan, lalu menghela napas. "Aku tidak ingin kamu merasa tertekan, Kak. Aku cuma ingin kita bisa lebih sering berbicara, seperti dulu."

Evelyn tersenyum lembut. "Kamu bukan hanya adikku, Eli. Kamu juga sahabatku. Kita akan lebih sering berbicara, aku janji."

Percakapan mereka terhenti sejenak, dan Evelyn bisa merasakan perasaan lega yang muncul. Terkadang, membuka hati dan mendengarkan satu sama lain adalah langkah pertama yang penting untuk memperbaiki hubungan yang mulai retak. Hari itu, mereka berdua menghabiskan waktu berdua, berjalan-jalan tanpa tujuan, hanya menikmati kebersamaan yang semakin terasa berarti.

Di rumah, Monica duduk di ruang keluarga, melihat Theodore yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Mereka berdua merasa nyaman dalam keheningan, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa disembunyikan—rasa canggung yang terus mengintai. Mereka memang sudah berbicara malam itu, namun masih ada banyak hal yang belum selesai.

Monica merasa sedikit cemas. Apakah percakapan mereka malam itu cukup? Apakah mereka sudah benar-benar membuka diri satu sama lain? Ia memandangi Theodore dari balik meja, lalu memutuskan untuk berbicara lagi. "Theodore, aku rasa kita masih punya banyak hal yang perlu dibicarakan. Tentang... tentang perasaan kita selama ini."

Theodore berhenti sejenak, lalu menatap Monica dengan tatapan serius. "Aku tahu. Aku juga merasa kita belum benar-benar menyelesaikan semuanya. Aku ingin kita mencoba lebih terbuka, Monica. Aku tahu aku tidak sempurna, dan aku tahu aku belum cukup memberi perhatian kepadamu."

Monica mengangguk pelan. "Aku juga merasa seperti itu. Terkadang aku merasa terabaikan, bahkan ketika kita berada di bawah satu atap. Tapi aku juga tahu, kita berdua punya bagian untuk memperbaiki ini."

"Aku janji, kita akan berusaha lebih baik lagi," ujar Theodore dengan suara penuh keyakinan. "Aku ingin kita menjadi lebih dari sekedar pasangan yang hanya bertemu di rumah. Aku ingin kita menjadi tim lagi, seperti dulu."

Monica tersenyum tipis, merasakan sedikit kelegaan di hatinya. "Aku ingin itu juga."

Meski masih ada banyak yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki hubungan mereka, percakapan itu memberi mereka secercah harapan. Mungkin, seperti yang Evelyn dan Leony alami, mereka hanya perlu lebih banyak waktu untuk memahami satu sama lain, untuk benar-benar mendengarkan apa yang ada di hati masing-masing.

Hari itu berakhir dengan kebersamaan yang hangat. Meskipun mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, keluarga ini mulai menemukan kembali kedekatan yang sempat hilang. Percakapan demi percakapan yang mereka lakukan adalah langkah awal untuk memperbaiki segala hal yang terabaikan.

Evelyn, Leony, Theodore, dan Monica—mereka mungkin tidak sempurna, tetapi mereka berusaha untuk tumbuh bersama, saling mendukung, dan membangun kembali ikatan yang telah lama terkikis oleh waktu dan kesibukan hidup. Mereka tahu bahwa, meskipun jalan di depan masih panjang, mereka memiliki satu sama lain, dan itu adalah hal yang paling penting.

Malam itu, Evelyn berbaring di tempat tidurnya, memikirkan hari yang baru saja berlalu. Ada perasaan damai yang datang, meskipun ia tahu ada banyak hal yang belum terselesaikan. Namun, ia yakin, dengan waktu dan usaha, mereka akan bisa kembali menjadi keluarga yang saling mendukung, seperti yang seharusnya.

Di luar jendela, bintang-bintang bersinar terang, seolah memberi harapan pada keluarga yang sedang berjuang menemukan jalannya kembali.

Pagi itu, Evelyn bangun dengan rasa yang berbeda. Tidur malam yang cukup memberi kekuatan baru untuk menghadapi hari. Setiap langkah terasa lebih ringan, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu terakhir, ia merasa tidak terburu-buru, seolah segala sesuatu yang hilang mulai menemukan tempatnya kembali. Bahkan, suara burung yang bersahutan di luar jendela memberi kesan seolah dunia ini sedang menunggu mereka untuk melangkah maju.

Di ruang makan, Theodore dan Monica duduk bersama. Makanan pagi sederhana, tetapi percakapan mereka tampak lebih hangat daripada sebelumnya. Evelyn memperhatikan sejenak, merasa ada perubahan dalam atmosfer rumah mereka. Keheningan yang dulu terasa berat kini diisi dengan perbincangan ringan tentang hal-hal yang dulu mereka abaikan. Bahkan, Leony tampak lebih ceria, bersemangat seperti biasanya, tanpa beban yang tergantung di bahunya.

"Kak, aku mau bicara," ujar Leony tiba-tiba, menarik perhatian Evelyn.

Evelyn menatap adiknya dan mengangguk, memberikan perhatian penuh. "Tentu, Leony. Ada yang ingin kamu katakan?"

Leony tampak ragu sejenak, lalu menarik napas panjang. "Aku merasa, aku mulai lebih mengerti tentang diri aku sendiri. Aku merasa lebih... terhubung dengan semua orang di rumah ini. Terutama kamu, Kak. Aku tahu aku sering bikin masalah, tapi aku ingin kita bisa lebih sering bicara. Seperti yang kita lakukan tadi malam, saling terbuka."

Evelyn tersenyum, sedikit terharu. "Aku senang kamu merasa seperti itu, Leony. Aku juga ingin kita bisa lebih dekat lagi. Saling mendukung, bukannya saling menjauh."

Percakapan mereka terhenti sejenak ketika Elijah masuk ke ruang makan. Ia tersenyum tipis melihat suasana yang lebih hangat pagi ini. "Apa yang sedang kalian bicarakan?"

Leony menatapnya, kemudian mengangkat bahu. "Hanya tentang bagaimana kita bisa lebih sering bicara, lebih terbuka satu sama lain. Aku pikir ini penting."

Elijah duduk di samping mereka, menatap Evelyn dan Leony dengan tatapan serius, tetapi juga penuh kehangatan. "Aku setuju. Kadang aku merasa seperti orang luar di rumah ini, tetapi aku ingin semuanya berubah. Aku ingin kita bisa menjadi lebih dari sekadar keluarga yang tinggal bersama. Aku ingin kita saling mengerti dan mendukung."

Evelyn merasakan rasa haru yang tak bisa ia jelaskan. "Kita akan berubah bersama, Eli. Aku janji."

Monica yang sejak tadi diam, akhirnya membuka suara. "Aku juga. Aku tahu kita semua pernah melalui banyak hal, dan kita belum sempurna. Tapi aku ingin kita saling memperbaiki, dan lebih peduli satu sama lain."

Theodore mengangguk setuju, kemudian menyela, "Kita memang harus lebih banyak berbicara. Aku juga tidak bisa terus mengabaikan perasaan orang-orang di sekitarku."

Lihat selengkapnya