Keesokan paginya, setelah api unggun malam sebelumnya, Evelyn, Theodore, dan Leony merasakan kedamaian yang lebih dalam. Mereka mulai menyadari bahwa meskipun banyak perbedaan di antara mereka, mereka tetap satu keluarga yang harus mendukung dan melengkapi satu sama lain.
Namun, meskipun hubungan mereka mulai membaik, Evelyn tahu bahwa masih ada masalah yang harus mereka hadapi, terutama dengan masa lalu yang belum sepenuhnya terungkap. Terkadang, perasaan terpendam bisa datang kembali, terutama saat seseorang berusaha menghindarinya terlalu lama.
Hari itu, setelah sarapan, Evelyn memutuskan untuk berbicara dengan Theodore lagi. Mereka duduk bersama di teras, menikmati udara pagi yang segar.
"Theo," Evelyn memulai, suara hati-hati, "Aku tahu kita sudah mulai berbicara lebih terbuka, tapi ada hal yang perlu aku katakan. Ini tentang masa lalu kita, tentang apa yang terjadi antara ibu dan ayah... Aku merasa seperti kita masih belum benar-benar menyelesaikan itu semua."
Theodore mengangguk pelan, matanya tampak serius. "Aku tahu. Aku merasa kita harus berbicara tentang itu lebih lanjut. Tentang bagaimana semuanya berakhir. Aku rasa, jika kita tidak menyelesaikannya, kita tidak akan bisa melangkah maju."
Evelyn merasa sedikit lega, meskipun topik ini berat. "Aku merasa, kadang-kadang, kita semua hanya menutup mata dan berharap hal-hal buruk itu hilang begitu saja. Tapi kenyataannya, kita harus menghadapinya. Mungkin selama ini kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri untuk melihat bagaimana semua itu memengaruhi kita."
Theodore menatap langit sebentar sebelum akhirnya menundukkan kepala. "Aku tidak ingin kita terjebak dalam masa lalu selamanya. Tapi aku juga tidak ingin kita mengabaikan luka yang ada, seperti kita selalu lakukan."
Evelyn merasakan adanya kesamaan dalam pemikiran mereka. Tidak ada jalan pintas untuk menyembuhkan luka-luka lama, namun mereka harus berani menghadapi kenyataan itu.
"Tapi bagaimana kita bisa memulai? Bagaimana kita bisa melanjutkan tanpa merasa terjebak?" tanya Evelyn, suara penuh keraguan.
Theodore berpikir sejenak, lalu mengangkat bahu. "Mungkin kita bisa mulai dengan memaafkan. Bukan berarti melupakan, tapi memberi ruang untuk masa depan. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa memilih bagaimana kita ingin melangkah ke depan."
Evelyn menatap Theodore, merasa bahwa jawaban itu adalah langkah pertama yang penting. Memaafkan mungkin bukan hal yang mudah, tetapi untuk keluarga mereka, itu adalah pilihan yang harus diambil.
Sementara itu, di sisi lain vila, Leony sedang berjalan di sepanjang jalan setapak yang dipenuhi pepohonan. Ia merenung, memikirkan perbincangan mereka tadi pagi. Ia merasa agak cemas tentang apakah mereka benar-benar bisa melewati semua masalah ini tanpa melukai satu sama lain lebih dalam. Tetapi ia juga tahu bahwa, seperti yang dikatakan Theodore, mereka harus memulai dari suatu tempat.
Saat Leony merenung, ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ternyata, itu adalah Daniel, teman lama mereka yang datang untuk mengunjungi vila. Leony tersenyum sedikit, merasa sedikit terkejut karena Daniel datang lebih cepat dari yang ia duga.
"Daniel, kamu datang lebih awal," kata Leony, menyambutnya.
Daniel tersenyum dan menyapa. "Aku tahu kalian sedang butuh waktu bersama. Aku datang untuk menemani, dan mungkin memberi perspektif baru tentang semua yang terjadi."
Leony mengangguk. "Kehadiranmu pasti membantu, Daniel. Aku rasa, saat ini kami sedang berada di titik balik. Kami baru mulai berbicara tentang hal-hal yang selama ini kami hindari."
Daniel duduk di samping Leony, matanya menatap jauh ke depan. "Menyelesaikan masalah keluarga memang bukan hal yang mudah. Tapi yang penting adalah berusaha untuk tidak melarikan diri dari kenyataan. Aku yakin, meskipun kalian banyak perbedaan, kalian masih bisa saling menemukan jalan tengah."
Leony tersenyum tipis, merasa sedikit tenang mendengar kata-kata Daniel. "Aku harap begitu. Meskipun kadang terasa berat, aku ingin kita bisa menjadi keluarga yang lebih baik. Keluarga yang lebih saling memahami."
Daniel mengangguk. "Itulah yang membuat keluarga menjadi keluarga. Mereka mungkin bukan yang sempurna, tapi mereka adalah orang-orang yang tetap ada untukmu, tidak peduli seberapa rumit atau sulit hubungan itu."
Mereka duduk bersama di tepi jalan setapak, menikmati ketenangan sejenak. Leony merasa sedikit lebih ringan, meskipun jalan yang harus ditempuh masih panjang.
Pada malam hari, setelah seharian beraktivitas, keluarga mereka kembali berkumpul. Evelyn, Theodore, dan Leony duduk bersama di ruang keluarga yang hangat, dengan teh hangat di tangan mereka. Mereka memutuskan untuk memulai percakapan lebih lanjut tentang keluarga, masa lalu, dan bagaimana mereka ingin melihat diri mereka ke depan.
Malam itu, mereka mengingatkan diri mereka bahwa keluarga tidak selalu harus sempurna. Terkadang, apa yang penting adalah keberanian untuk memulai, untuk berani berbicara, dan yang lebih penting, untuk saling mendukung tanpa syarat.
Hari-hari berlalu, dan meskipun perbaikan hubungan antara Evelyn, Theodore, dan Leony mulai terasa, mereka semua menyadari bahwa perjalanan mereka menuju penyembuhan masih jauh dari kata selesai. Namun, ada perubahan kecil namun berarti dalam cara mereka berinteraksi. Percakapan yang sebelumnya terasa kaku dan penuh jarak, kini mulai mengalir lebih alami.
Pagi itu, Evelyn bangun lebih awal dari biasanya. Udara pagi yang segar membangunkannya, dan ia memutuskan untuk berjalan-jalan di luar. Dengan secangkir kopi hangat di tangan, ia menyusuri halaman belakang vila, menikmati ketenangan yang masih terjaga.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Ia menoleh, dan melihat Theodore datang mendekat, tampak sedikit ragu.
"Good morning," kata Theodore dengan senyum kecil.
"Selamat pagi," jawab Evelyn sambil tersenyum. "Ada yang ingin kamu bicarakan?"
Theodore berhenti di sampingnya, menatap ke depan. "Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku menghargai usaha kita semua untuk memperbaiki hubungan kita. Aku tahu masih ada banyak hal yang harus diselesaikan, tapi aku merasa lebih tenang sekarang."
Evelyn mengangguk pelan, matanya mencari-cari kata-kata yang tepat. "Aku merasa kita mulai lebih terbuka. Mungkin kita sudah lama menghindari percakapan-percakapan penting, dan sekarang, meskipun belum sempurna, aku merasa kita lebih saling mendengar."