Bukan Sekadar Keluarga

Penulis N
Chapter #16

16

Hari itu terasa lebih berat daripada yang Evelyn duga. Pagi-pagi sekali, setelah sarapan yang sederhana, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di taman dekat rumah. Udara segar, meskipun agak dingin, terasa sedikit mengurangi beban yang sudah lama terpendam di dadanya. Keputusan yang harus ia buat semakin mendekat, dan semakin hari semakin terasa berat.

Sudah beberapa hari ini, Clara menghubunginya untuk menanyakan tentang kondisi di rumah, tentang bagaimana semuanya berjalan setelah kepergiannya. Evelyn tidak tahu harus berkata apa. Clara, yang sudah mulai mendapatkan pekerjaan tetap di luar kota, sepertinya mulai merasa cemas tentang keadaan keluarganya. Meski begitu, Evelyn tahu bahwa untuk saat ini, mereka harus lebih fokus pada dirinya masing-masing.

Leony, yang sejak beberapa minggu lalu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk mendampingi Evelyn, tidak tahu bagaimana cara membantu. Evelyn juga tidak ingin membebani Leony dengan masalah yang sebenarnya adalah tanggung jawabnya sendiri. Di satu sisi, Evelyn merasa lelah dengan perasaan ini, rasa cemas yang tak pernah selesai.

"Kenapa kita harus begitu terjebak pada masa lalu, Leony?" Evelyn bertanya suatu sore ketika mereka duduk berdua di ruang tamu, menikmati secangkir teh hangat. Matanya sedikit menatap kosong, seolah mencari jawaban yang tidak ada.

Leony menatapnya dengan lembut. "Kadang, kita tidak bisa menghindar dari masa lalu, Evelyn. Tapi yang bisa kita lakukan adalah memilih bagaimana kita menghadapinya. Kamu sudah cukup berani dengan semua keputusanmu. Jangan ragu dengan apa yang telah kamu pilih."

Evelyn menarik napas panjang. "Aku hanya takut, Leony. Takut jika semuanya hancur. Aku masih bingung apakah aku sudah membuat keputusan yang benar atau tidak."

Leony menggenggam tangan Evelyn dengan erat. "Tidak ada keputusan yang sempurna, Evelyn. Setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Tapi yang penting adalah kita belajar dari tiap langkah yang kita ambil."

Evelyn menatap Leony dengan mata yang penuh rasa terima kasih. Dalam hati, ia tahu bahwa Leony tidak hanya menjadi sahabat, tetapi juga seseorang yang selalu ada, memberikan perspektif lain ketika ia merasa bingung. "Kamu benar, Leony. Aku harus lebih yakin pada diriku sendiri."

Malam itu, setelah Leony pergi tidur, Evelyn kembali terjaga dan merenung. Ia membuka laci meja kerjanya, mengambil beberapa lembar surat yang telah lama ia simpan, termasuk surat-surat dari Clara dan juga surat-surat yang ia tulis untuk dirinya sendiri, tentang impian dan ketakutannya. Evelyn tahu, ia tidak bisa terus-menerus menghindar dari keputusan yang harus ia ambil.

Keputusan untuk mengizinkan perubahan—itulah yang ia pikirkan. Tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keluarganya. Keluarga tidak hanya tentang mempertahankan apa yang sudah ada, tetapi juga tentang bagaimana mereka dapat tumbuh dan berkembang bersama meskipun harus melalui perubahan besar.

Pagi berikutnya, Evelyn akhirnya memutuskan untuk menghubungi Clara. Ia ingin membuka percakapan yang selama ini terpendam. Sebuah percakapan yang mungkin bisa membawa kedamaian bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Clara mengangkat telepon dengan suara ceria, yang membuat Evelyn merasa sedikit lebih tenang.

"Hallo, Clara. Aku pikir ini saatnya untuk berbicara," kata Evelyn dengan suara yang sedikit gemetar.

Clara di ujung telepon terdiam sesaat, seolah memahami bahwa ini adalah percakapan penting. "Apa yang ingin kamu katakan, Evelyn?"

Evelyn menarik napas dalam-dalam, menata kata-kata dengan hati-hati. "Aku ingin kamu tahu bahwa apapun yang terjadi, aku dan Leony akan selalu ada untukmu. Kamu tidak sendirian. Tapi aku juga merasa, kita perlu belajar melepaskan sedikit. Kita tidak bisa terus bergantung pada masa lalu. Kita harus memberi ruang untuk perubahan."

Clara terdiam. Kemudian, ia terdengar berbicara dengan suara lebih lembut, "Aku paham, Evelyn. Aku akan mencoba memahami keputusanmu. Dan aku janji, kita akan menemukan cara untuk tetap saling mendukung meskipun jarak memisahkan kita."

Percakapan itu berlangsung panjang, membahas masa depan, tentang bagaimana mereka akan menata kembali hubungan keluarga mereka dengan lebih baik, tanpa rasa cemas atau penyesalan.

Ketika Evelyn menutup telepon, ia merasa sedikit lebih ringan. Keputusan yang sulit akhirnya ia buat. Ia tahu bahwa tidak semua masalah bisa selesai dengan sempurna, tapi setidaknya, ia sudah mencoba untuk menerima kenyataan dan melangkah ke depan.

Seperti yang Leony katakan, terkadang, keputusan tidak perlu sempurna, yang penting adalah bagaimana kita menghadapinya. Evelyn menatap langit pagi yang cerah, merasa sedikit lebih percaya diri dengan langkah yang akan diambil ke depan.

Keputusan Evelyn untuk membuka percakapan dengan Clara ternyata memberi dampak besar dalam dinamika keluarga mereka. Setelah percakapan panjang itu, Clara mulai merasa lebih ringan dan bisa merasakan ada ruang bagi mereka untuk lebih memahami satu sama lain, meskipun terpisah jarak. Evelyn merasa bahwa langkah ini adalah langkah penting dalam perjalanan panjang mereka, tetapi perasaan cemas tetap saja masih ada.

Namun, ada sesuatu yang berbeda setelah percakapan itu. Clara mulai lebih sering menghubungi mereka, tidak hanya untuk bertanya tentang keadaan, tapi juga untuk berbicara tentang impian dan rencananya sendiri. Meski begitu, hubungan mereka masih terasa sedikit terikat dengan masa lalu, seperti ada yang belum sepenuhnya selesai. Dan mungkin, bagian itu adalah sesuatu yang hanya bisa mereka pahami bersama waktu.

Suatu pagi, setelah berbulan-bulan merasa terjaga dari rutinitas yang monoton, Evelyn duduk di meja makan bersama Leony. Mereka berdua menikmati sarapan dengan tenang. Sesekali, Leony memandang Evelyn, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan.

"Apa ada hal lain yang masih mengganjal, Evelyn?" tanya Leony, membuka percakapan.

Evelyn tersenyum pelan, menatap secangkir teh yang masih panas di tangannya. "Aku rasa, ada. Mungkin kita hanya perlu sedikit waktu lagi untuk menyesuaikan diri dengan semuanya, Leony."

Leony mengangguk, memahami. "Kamu tahu, kadang kita terlalu fokus pada apa yang harus kita lakukan, tanpa memberi ruang untuk diri kita sendiri. Jangan terlalu keras pada diri sendiri, Evelyn. Setiap langkah yang kita ambil itu penting."

Lihat selengkapnya