Bukan Sekadar Keluarga

Penulis N
Chapter #21

21

Keesokan harinya, Evelyn mengirimkan surat balasannya kepada lembaga hukum itu. Ada perasaan lega yang mengalir dalam dirinya, meskipun ia tahu bahwa jalan yang ia pilih tidak akan mudah. Namun, setiap langkah yang diambil terasa seperti beban yang sedikit berkurang. Ia mulai merasa bahwa ini adalah kesempatan untuk memperbaiki sesuatu yang sudah lama terpendam.

Sehari setelah surat itu terkirim, Evelyn mendapat balasan. Mereka ingin menjadwalkan pertemuan untuk membahas lebih lanjut tentang bagaimana mereka bisa membantu keluarga Evelyn. Dengan hati yang masih ragu, ia memutuskan untuk bertemu dengan mereka.

"Sebenarnya, aku tidak tahu apa yang harus kutunggu dari pertemuan ini," Evelyn mengungkapkan perasaannya pada Theodore dan Leony yang duduk bersamanya di ruang tamu. Mereka sudah tahu tentang surat itu dan pertemuan yang akan berlangsung.

"Ini langkah yang benar, Evelyn," kata Theodore dengan tegas. "Jika ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan keluarga, kenapa tidak mencoba?"

Leony menambahkan, "Kamu tidak harus merasa terbebani. Apapun yang terjadi, kami ada di sini untuk mendukungmu."

Evelyn mengangguk, meskipun masih ada sedikit keraguan dalam hatinya. "Aku hanya berharap ini tidak membawa luka lama kembali. Aku takut kalau kita terbawa emosi yang tidak perlu."

Leony meraih tangan Evelyn dan menggenggamnya erat. "Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama-sama. Jangan ragu untuk mengambil langkah itu, karena ini untuk kebaikanmu sendiri juga."

Malam itu, setelah semuanya selesai, Evelyn merasa sedikit lebih siap. Pertemuan dengan lembaga itu adalah babak baru dalam hidupnya, dan meskipun dia tidak tahu apa yang akan terjadi, ia sadar bahwa ia tidak bisa terus bersembunyi dari kenyataan.

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Evelyn pergi ke pertemuan dengan lembaga tersebut, ditemani oleh Theodore yang mendampinginya untuk memberi semangat. Leony, yang juga sangat mendukung, memberi pesan agar ia tetap kuat.

Di ruang pertemuan, seorang pengacara muda menyambutnya dengan ramah. "Selamat datang, Evelyn. Kami senang Anda memutuskan untuk melangkah maju. Kami tahu ini bukan keputusan yang mudah."

Evelyn mengangguk, mencoba mengontrol emosinya. "Aku hanya ingin tahu apakah ini akan membawa perubahan atau malah membahayakan hubungan keluarga kami lebih jauh."

Pengacara itu tersenyum, meyakinkan Evelyn bahwa ini adalah langkah yang tepat jika ia benar-benar ingin memperbaiki keadaan. "Kami di sini untuk membantu Anda memahami prosesnya dan mencari cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Tidak ada yang mudah, tapi dengan dukungan hukum yang tepat, keluarga Anda bisa mendapatkan kesempatan kedua."

Evelyn menghela napas. "Aku siap mencoba."

Beberapa minggu kemudian, proses hukum dimulai. Setiap langkah membawa Evelyn lebih dekat pada keluarga yang telah lama ia rindukan, meskipun ketegangan kadang muncul. Namun, dengan dukungan yang ia terima dari Theodore, Leony, dan bahkan beberapa anggota keluarga lainnya yang turut memberikan semangat, Evelyn merasa lebih kuat menghadapi setiap tantangan yang datang.

Leony, yang selalu berada di sampingnya, tak pernah lelah memberi dukungan. "Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu, Mbak," kata Leony suatu malam. "Tapi kita bisa belajar dari itu dan membangun sesuatu yang lebih baik."

Evelyn tersenyum, merasakan kekuatan dari kata-kata adiknya. "Aku tahu, Leony. Aku akan berusaha lebih keras. Ini bukan hanya untukku, tapi untuk semuanya."

Hari demi hari berlalu, dan semakin banyak hal yang terbuka tentang keluarga Evelyn, yang akhirnya mempertemukan mereka dengan ayah yang selama ini terpisah. Pertemuan itu penuh emosi, namun di balik itu ada harapan baru yang mulai tumbuh. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, tetapi Evelyn merasa bahwa ia mulai menemukan kembali potongan-potongan yang hilang dari keluarga mereka.

"Kadang hidup memang harus melalui rintangan dulu, baru kita bisa melihat jalan terang di depan," kata Theodore suatu malam, saat mereka berdua duduk di beranda rumah.

Evelyn mengangguk. "Aku tidak tahu akan seperti apa akhirnya. Tapi aku sudah siap untuk berjuang, dengan semua yang aku miliki."

Dengan dukungan keluarga dan kekuatan dari dalam dirinya, Evelyn merasa siap menjalani sisa perjalanan ini, meskipun ada ketidakpastian di setiap langkah. Namun satu hal yang pasti: dia tidak akan pernah lagi merasa sendirian.

Malam itu, Evelyn duduk di ruang tamu rumahnya, menatap surat yang baru saja ia terima. Surat dari ayahnya. Setelah bertahun-tahun terpisah, akhirnya ada kontak dari pria yang telah lama ia anggap hilang. Ada perasaan campur aduk yang menghantui hati Evelyn, antara harapan dan ketakutan.

"Ini benar-benar terjadi, ya?" Evelyn bergumam, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Theodore, yang duduk di sebelahnya, memperhatikan dengan seksama.

"Kamu ingin membacanya bersama-sama?" tanya Theodore lembut, memecah keheningan.

Evelyn mengangguk, menyerahkan surat itu padanya. Theodore membuka amplop dan mulai membaca isinya dengan suara yang pelan, agar Evelyn bisa mendengar setiap kata.

"Evelyn, aku tahu ini mungkin terlalu mendalam untuk langsung kau terima. Aku tidak tahu harus mulai dari mana, tetapi aku ingin mencoba untuk memperbaiki kesalahan-kesalahanku. Aku ingin bertemu dan berbicara, jika kamu siap."

Evelyn menghela napas panjang. Ia tahu ini adalah awal dari sesuatu yang besar, sesuatu yang tak mudah diterima begitu saja. Ada luka yang terlalu dalam, dan meskipun ia ingin memaafkan, hatinya masih bimbang.

"Aku ingin bertemu," kata Evelyn akhirnya, suaranya penuh keteguhan. "Tapi aku belum siap. Aku... aku masih takut akan apa yang akan dia katakan atau lakukan."

Theodore menatapnya dengan penuh perhatian. "Kamu tidak perlu terburu-buru. Kalau kamu merasa belum siap, kita bisa menundanya. Tapi kalau kamu merasa ini adalah langkah yang tepat, aku akan mendukungmu, Evelyn."

Evelyn menatap Theodore, merasa seolah ada kekuatan yang mengalir darinya. "Aku harus mencoba, bukan? Setidaknya untuk diriku sendiri."

Leony yang sebelumnya duduk di meja makan, mendekat dan mendengar percakapan itu. "Mbak, kita tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi kita bisa memilih untuk membuat masa depan lebih baik, kan?" kata Leony dengan senyum manis. "Aku mendukung apapun keputusanmu, Mbak."

Lihat selengkapnya