Bukan Selamat Tinggal Yasmin

Sandra Arq
Chapter #1

Prolog (Jody dan Yasmin)

Jody Alfano adalah seorang pemuda yang mempunyai fisik yang sempurna, ketampanannya mampu membuat para gadis terbuai pada pesonanya hingga membuat mereka rela memberikan apapun juga demi menarik perhatiannya. Namun, hanya kesemuan yang kadang mereka dapatkan saat Jody, begitu pemuda itu disapa menganggap mereka sebagai permainan yang kapan saja bisa ia hempaskan saat kebosanan melandanya.

Kehidupan keluarganya yang broken home telah mengubah Jody menjadi pribadi yang arogan, bahkan sang Papa yang merupakan orang tua tunggal yang sangat ia hormati tak mampu mengendalikan sifat seenaknya itu. Bagi Jody, kehidupan yang ia jalani hanya untuk bersenang-senang dan berpesta pora menghamburkan uang, entah sampai kapan ia betah di kehidupan kelam itu. Kepergian sang Mama dengan pria lain pun sangat mempengaruhi diri Jody hingga ia memutuskan untuk tidak ingin lagi mengenal cinta karena bagi Jody, cinta adalah kesakitan yang akan membuatnya terluka jika terjerumus di dalamnya.

"Cinta hanya bisa membuat aku dan keluargaku terluka. Aku gak akan terjebak lagi dengan hal yang sudah menghancurkan kehidupan orang-orang yang aku sayangi itu,"

*

Yasmin Almira, gadis mandiri yang tak pernah menyerah dengan penyakit kanker hati yang ia derita selama ini. Ia pun berusaha tegar menghadapi penderitaan yang cukup lama menyiksanya itu.

Keinginan orang tua Yasmin melihat putrinya bahagia membuat mereka menjodohkan Yasmin dengan anak klien mereka, hal yang cukup mengagetkan Yasmin saat tahu calon suaminya itu berusia 5 tahun lebih muda darinya.

"Apa mungkin Jody akan menerima perbedaan diantara mereka dan juga penyakitnya?" keraguan meliputi benak Yasmin.

*

Apartemen Jody

Suara ketukan pintu yang begitu berisik tak membuat Jody beranjak dari tempat tidurnya, entah siapa yang menganggunya sepagi ini. Pemuda itu terus berteriak seraya mengambil bantal disampingnya untuk menutupi telinganya yang terasa mau pecah karena suara itu, beberapa kali ia berdecak tetapi suara itu tak kunjung berhenti untuk menganggunya hingga Jody melemparkan weker di sampingnya ke arah pintu hingga jatuh berkeping-keping.

"Berisik banget sih! Bisa diam gak, gue gak mau diganggu," omel Jody begitu kesal.

"Jody! Mau berapa lama lagi kamu di dalam sana. Papa ingin berbicara sama kamu," ucap suara dari luar yang begitu tegas.

Jody pun terlihat lesu membuka handle pintu, ia menatap datar kehadiran Papanya yang sudah berdiri dihadapannya.

"Apa sih Pa? Aku ngantuk, aku mau tidur. Kenapa Papa datang pagi-pagi begini ke apartemen aku?Papa bisa kan menelpon aku kalau ada yang ingin dibicarakan,"

"Jody kamu ini sangat tidak sopan. Apa lagi yang kamu lakukan semalam? Sampai kamu harus pulang dalam keadaan mabuk dan di tilang polisi karena menabrak pembatas jalan. Apa kurang hukuman penjara selama dua minggu kemarin buat mengubah sifat liar kamu?"

"Kalau Papa ke sini buat menceramahi aku lebih baik Papa pulang aja. Aku gak punya waktu untuk mendengarkan ocehan Papa yang gak penting itu,"

"Jody! Kamu ini keterlaluan, Papa tidak bisa lagi mentolerir sikap kamu. Papa berikan apapun juga sama kamu supaya kamu berubah bukan untuk terjerumus seperti ini. Kuliah kamu berantakan, laporan dari orang suruhan Papa semakin banyak dan sekarang kamu malah bersantai saja di sini. Kamu mau Papa mati berdiri karena sikap kamu ini, baru kamu merasa puas!" ucap laki-laki parubaya itu dengan emosi.

Jody pun terdiam menatap raut Papanya yang begitu kecewa karena sikapnya, melihat wajah rapuh itu pun membuat Jody bersalah. Ia tak bermaksud menyakiti satu-satunya orang yang ia cintai, tapi kesibukan Papanya selama ini yang membuatnya harus bersikap demikian.

"Aku gak butuh itu semua Pa, aku cuma butuh perhatian Papa. Setiap hari Papa pulang malam terus kerja sampai malam lagi. Apa Papa pernah punya waktu buat aku? Jadi terserah aku dong kalau mencari kesenangan dengan cara aku sendiri,"

Lihat selengkapnya