Jody berdiri di balkon apartemennya seraya memandangi pemandangan ibukota dihadapannya, udara dingin yang menerpa kulitnya pun ia abaikan. Helaan nafasnya terasa berat, ia masih tak memahami kenapa harus seemosional ini mengingat kehadiran Fadel yang dengan sengaja menemui istrinya di apartemen miliknya. Harusnya ia bisa mengendalikan perasaannya, namun mengingat perhatian pemuda itu pada Yasmin membuatnya begitu kesal.
"Lagi-lagi lo harus memikirkan dia Jod, kenapa lo harus bersikap kayak gini sedangkan dia bukan siapa-siapa lo, pernikahan ini hanya pernikahan kontrak," ucap Jody kesal.
"Jody aku sudah siapkan makan malam buat kamu. Kamu makan dulu ya," Yasmin menghampiri pemuda itu yang masih terlihat marah dengannya, setelah pertengkaran yang terjadi di antara mereka, Jody hanya mendiamkan Yasmin.
"Aku tau kamu masih marah, aku minta maaf Jod," sesal Yasmin.
"Aku gak lapar," jawab Jody datar.
"Tapi sejak pulang tadi kamu belum makan apa-apa, nanti kamu sakit,"
"Yasmin kamu ngerti gak sih! Aku gak lapar, kalau mau makan kamu aja sendiri yang makan. Jangan ganggu aku, aku gak mau berdebat lagi sama kamu,"
Yasmin menghela nafas panjang saat ucapan pemuda itu kembali kasar padanya, pandangan Yasmin pun tertuju pada tangan Jody yang memerah dengan bercak darah yang menempel disana. Mungkin itu terasa perih, masih terbayang dibenak Yasmin saat Jody memukul tangannya ke pintu karena rasa kecewaannya, Yasmin pun tak bermaksud menyakiti suaminya itu.
"Tangan kamu terluka, aku ambilkan obat dulu untuk kamu,"
"Gak usah! Aku gak butuh perhatian dari kamu,"
"Tapi kalau dibiarkan aja bisa infeksi,"
"Terus apa peduli kamu? Kita sudah berjanji kan gak akan mengurusi hidup kita masing-masing. Mau aku kenapa-napa juga bukan urusan kamu jadi kamu gak perlu repot-repot memikirkan keadaan aku," Jody hendak meninggalkan apartrmennya, namun langkahnya terhenti saat Yasmin memeluknya.
Tangan Yasmin melingkar erat di pinggang Jody, pemuda itu pun merasakan air mata Yasmin yang mengalir di punggungnya. Jody terdiam tanpa sepatahkatapun yang keluar dari bibirnya saat Yasmin bersikap seperti ini dengannya.
"Maaf, aku tau aku salah tapi aku mohon beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Aku gak tau apa lagi yang harus aku lakukan supaya kamu percaya Jod, aku...," ucap Yasmin tertahan saat hidungnya kembali mengeluarkan darah.
"Yasmin,"
"Hmm aku gakpapa Jod, ini...ini cuma mimisan biasa. Aku ke belakang dulu," Yasmin segera menuju westafel sedangkan Jody terus memandangi Yasmin yang terlihat pucat.
Ribuan pertanyaan kembali memenuhi pikiran Jody melihat kondisi Yasmin seperti ini. Banyaknya darah yang menetes dari hidungnya pun seakan menunjukan sesuatu yang tak biasa terjadi pada Yasmin.
"Yasmin kamu gunakan ini," Jody memberikan sapu tangannya pada Yasmin.
"Hmm gak usah Jod, aku baik-baik aja. Lebih kamu makan dulu, aku sudah siapkan semuanya untuk kamu," kilah Yasmin.
Jody meraih tangan gadis itu dan meminta Yasmin untuk diam, ia perlahan mengusap darah yang masih mengalir di hidung Yasmin. Ada sesuatu yang menyentil benak Jody saat menatap istrinya itu yang begitu pucat dengan kantung matanya yang terlihat menghitam."Apa mungkin karena kelelahan yang menyebabkan Yasmin seperti ini," benak Jody penuh tanya.
Yasmin terdiam saat helaan nafas Jody menerpa wajahnya, ia seakan sulit untuk menghindari perhatian pemuda itu padanya.
"Jody,"
"Kamu diam Yasmin, ini darahnya masih terus mengalir. Apa kita ke rumah sakit aja sekarang?"
"Hmm gak, aku baik-baik aja. Kamu gak perlu khawatir, tangan kamu juga masih terluka," Yasmin menghentikan tindakan pemuda itu, melihat Yasmin yang terus menghindarinya membuat Jody semakin bingung, entah apa yang disembunyikan Yasmin, kenapa ia seakan tak pernah mau menunjukan kesakitan itu padanya.
"Beneran kamu gakpapa? Ini untuk kesekian kalinya aku melihat kondisi kamu kayak gini," selidik Jody.
"Aku memang sering kayak gini, beberapa hari ini banyak sekali pesanan di butik, aku kecapekan aja," ujar Yasmin.
Yasmin sendiri tak mengerti kenapa akhir-akhir ini kondisinya kembali menurun dengan begitu seringnya hidungnya mengeluarkan darah. Apa mungkin kematian itu semakin dekat menghampirinya, entahlah. Kepasrahan pun terlihat jelas di wajahnya, andai Tuhan harus memanggilnya lebih cepat keinginannya saat ini hanya membahagiakan orang-orang disekitarnya.
"Beri aku kekutaan untuk menghadapi semua ini Tuhan, aku gak mau terus-terusan menjadi beban untuk orang-orang disekitarku," batin Yasmin sedih.
"Hmm Jod aku obatin tangan kamu ya, kamu lihat tangan kamu sampai memar begini, kenapa kamu harus menyiksa diri kamu sendiri?" Yasmin meraih tangan pemuda itu, ia pun mulai mengobati tangan Jody yang memerah karena pertengkaran mereka tadi.
"Aku gakpapa Yasmin,"
"Ini gak bisa dianggap remeh, nanti bisa infeksi," Yasmin mulai membersihkan luka pemuda itu dan membalutnya. Jody terpaku menatap sikap istrinya itu, ia masih tak mengerti kenapa Yasmin masih bersikap sebaik ini padanya sedangkan ia sendiri begitu sering membentak Yasmin dengan kata-kata pedasnya.
"Kamu kenapa harus melakukan ini semua Yasmin?Padahal aku sering bersikap kasar sama kamu,"
"Karena kamu suami aku Jod, sudah kewajiban aku untuk menjaga kamu. Ini memang pernikahan kontrak tapi dalam satu tahun ini aku juga bertanggung jawab dengan keadaan kamu," ucap Yasmin.
Jody kembali terdiam mendengar itu, ia bisa melihat ketulusan di mata Yasmin, perasaan aneh kembali hadir dibenaknya saat berada sedekat ini dengan Yasmin, mengingat kedatangan Fadel di apartemennya dan menemui Yasmin membuat Jody begitu marah hingga tak bisa mengontrol emosinya, harusnya ia tak bersikap seperti itu jika memang tak ada perasaan apapun dengan Yasmin.