"Mengapa Jody bersikap seperti ini Tuhan?" batin Yasmin penuh tanya.
Tak terlihat lagi sorot kebencian yang biasa Jody tunjukan pada Yasmin dan juga ucapan pedasanya yang terkadang membuat hatinya perih.
"Jody,"
"Ini sudah malam, sekarang kamu tidur. Aku gak mau kamu kenapa-napa," ucap Jody dengan lembut.
Yasmin pun terdiam saat Jody mencium keningnya, ia terlihat bingung karena sikap Jody yang begitu berbeda dari biasanya.
"Tapi,"
"Kamu istri aku Yasmin walau pernikahan kita cuma kontrak dalam waktu satu tahun ini kamu menjadi tanggung jawab aku. Hmm ya sudah jangan banyak pertanyaan lagi sekarang kamu istirahat karena kondisi kamu juga belum sepenuhnya pulih,"
Perlahan Yasmin memejamkan mata mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang begitu lelah.
"Aku juga gak tau mengapa melakukan ini semua dengan kamu Yasmin, walau aku membenci pernikahan kita, tapi aku gak bisa melihat kamu selemah ini," batin Jody seraya memandangi Yasmin yang sudah terlelap.
"Maaf Yasmin, aku hanya gak ingin ada pria lain yang mencuri perhatian kamu," Jody mengusap rambut Yasmin, ia merasakan kenyamanan yang tak biasa saat berada sedekat ini dengan istrinya.
Jody tak memungkiri melihat kebersamaan Yasmin dan Fadel membuatnya begitu marah walaupun Yasmin sudah menjelaskan padanya mengenai hubungan mereka yang hanya sebatas mantan kekasih.
"Aku gak suka melihat kamu bersama dia," batin Jody.
*
Pagi Harinya
Yasmin memandangi dirinya di depan cermin, konsentrasinya kembali membuyar mengingat kejadian semalam. Ia memegangi bibirnya mengingat perlakuan Jody terhadapnya, Yasmin masih memikirkan mengapa Jody melakukan semua itu padanya, walau mereka telah terikat pada janji suci pernikahan, namun Yasmin masih saja merasa asing dengan tindakan suaminya itu.
"Hmm gak Yasmin, kamu gak boleh memikirkan soal itu. Selama ini kamu selalu merepotkan Jody jangan biarkan dia terbeban karena keadaan kamu," Yasmin mencoba membuang semua perasaannya, ia tak ingin siapapun merasa kasihan padanya terutama Jody yang sudah begitu sering dibebaninya karena penyakit yang ia derita.
"Bantu aku menghadapi semua ini Tuhan karena ini terlalu berat buat aku," harap Yasmin.
Suara ketukan pintu pun mengagetkan Yasmin, gadis itu kembali menyiapkan dirinya karena Jody terus memanggilnya.
"Yasmin kamu mau sampai kapan di dalam sana? Ini sudah hampir siang loh, kamu mau kita terlambat bertemu Papa,"
"I...iya Jod, tunggu sebentar,"
"Ayo Yasmin, aku gak mau ya karena kamu terlambat kita jadi terjebak macet,"
"Iya tunggu sebentar," Yasmin segera keluar dari kamar menemui suaminya.
Jody terpaku menatap Yasmin yang terlihat anggun dengan dress birunya, tak ada lagi wajah pucat seperti semalam yang membuat Jody takjub dengan penampilan Yasmin.
"Jody kamu kenapa? Ada yang salah ya dengan penampilan aku," tanya Yasmin bingung.
"Hmm gak ada, lain kali kalau dandannya lama kamu bangunnya lebih cepat dong, kamu tau kan ini Jakarta,"
"Iya maaf lain kali aku gak akan terlambat lagi,"
"Lebih baik sekarang kita pergi, aku juga gak tau apa yang ingin dibicarakan Papa sama kita berdua kalau tebakan aku sih mungkin beliau mau membahas soal honeymoon kita," ujar Jody.
"Honeymoon?"
"Kamu gak usah berpura-pura lupa Yasmin kan itu yang selalu diomongin Papa dengan kita berdua soal minta cucu," dengus Jody.
"Semoga aja Papa kamu lupa tentang itu,"
"Ya semoga aja sih, tapi itu Papa loh Yasmin. Aku tau banget gimana beliau kalau Papa sudah memutuskan sesuatu itu gak bisa diganggu gugat lagi contohnya aja pernikahan kita,"
"Papa kamu berarti sama kayak kamu ya keras kepala,"
"Kamu bilang apa?"
"Eh gak, aku gak bilang apa-apa," kilah Yasmin.
Jody mendengus mendengar ucapan istrinya itu.
"Daripada kita ngobrol gak jelas begini lebih baik kita pergi sekarang, aku juga gak mau berdebat terus sama kamu," Jody menggandeng tangan istrinya itu menuju ke mobil.
*
Di dalam mobil suasana pun terasa canggung, tak ada komunikasi yang intens di antara Jody dan Yasmin. Jody terlihat fokus dengan kendaraannya, sedangkan Yasmin memandangi rerumputan hijau dan pepohonan rindang di sekitaran jalan yang membuatnya merasa tenang. Kejadian semalam pun masih saja memenuhi pikirannya walau sepagi ini ia dan Jody bersikap seperti tak terjadi apa-apa.
"Kamu kenapa melihat aku seperti itu?" tanya Jody.
"Hmm gakpapa," jawab Yasmin terlihat ragu untuk berbicara pada Jody.
"Soal kejadian semalam aku harap kamu gak menganggapnya serius, aku melakukan itu karena kasihan aja melihat kamu yang kedinginan. Aku cuma heran aja kamu itu kan dari keluarga yang berkecukupan, tapi kok sensitif banget sama AC,"
Yasmin terdiam mendengarnya mungkin hanya dugaannya saja jika sikap suaminya itu mulai melunak padanya, tak seharusnya ia beranggapan jika Jody mulai membuka hati untuknya.
"Maaf kalau harus merepotkan kamu,"
"Sadar juga kamu Yasmin, bagaimana juga pernikahan kita sudah kontrak satu tahun, jadi mau gak mau aku harus menerima keadaan kamu walaupun kamu sering merepotkan aku," sindir Jody.
Yasmin menghela nafas mendengarnya dadanya, ia menatap ke depan jalan berharap semua pikirannya bisa lebih tenang setelah mendangar ucapan Jody.
"Gak seharusnya kamu beranggapan kalau Jody sudah menerima kamu Yasmin karena ini hanya pernikahan kontrak, jadi apapun yang terjadi kedepannya kamu harus siap menerima konsekuensinya," batin Yasmin.
Pandangan Yasmin pun teralih pada ponselnya saat Fadel menghubunginya.
"Hallo Fadel," Yasmin mengangkat telpon. Jody melirik istrinya itu dengan tajam saat mendengar nama pemuda itu.