Jody terlihat bersemangat menghabiskan menu sarapannya walau terbilang makanan yang dibuat Yasmin cuma nasi goreng dan telur ceplok, namun ia tak bisa memungkiri jika masakan istrinya itu begitu enak.
"Kamu bisa masak juga Yasmin, aku pikir wanita karier seperti kamu anti masuk dapur,"
"Aku sering membantu Mama Jod,"
"Kalau aku nilai masakan kamu 95 walau sebenarnya masih enak nasi goreng buatan Vianka," ucap Jody hingga Yasmin terdiam.
Jody yang baru menyadari ucapannya itu pun merasa tak enak pada Yasmin.
"Yasmin sorry, aku...aku gak bermaksud untuk membandingkan masakan kamu," sesal Jody.
"Siapa Vianka?"
"Hmm Vianka, dia...dia cuma teman aku. Sahabat aku maksudnya," kilah Jody.
"Sahabat atau pacar?" tanya Yasmin hingga Jody mengerutkan kening mendengarnya.
"Apa maksud kamu?"
"Hmm gakpapa, aku bereskan dulu piringnya ya. Kamu mau dibuatkan teh atau kopi?" tawar Yasmin menghindari pertanyaan pemuda itu.
Jody meraih tangan Yasmin menghentikan tindakannya.
"Ada apa?"
"Kamu sudah tau tentang Vianka?" selidik Jody.
"Kamu tenang aja apapun urusan kamu, aku gak akan mencampuri. Kita juga sudah sepakat, kamu juga berhak mencari kebahagiaan kamu sendiri,"
"Yasmin aku,"
"Aku gakpapa Jod, Jessica sudah cerita semuanya kalau kamu sudah balikan sama pacar kamu itu. Kamu gak perlu khawatir, aku gak akan cerita sama Papa," jelas Yasmin.
Jody terdiam mendengarnya, ia menatap punggung istrinya yang semakin menjauh. Hatinya pun terasa perih saat Yasmin justru bersikap biasa saja tentang ini.
"Hhh lo kenpa sih Jod harusnya lo gak perlu memikirkan soal itu justru bagus kan kalau Yasmin bersikap biasa aja, jadi lo gak perlu merasa terbeban menjalani hubungan dengan Vianka, tapi masa Yasmin gak cemburu sih," dengus Jody penasaran.
Bunyi pecahan piring pun terdengar cukup keras di dapur, Jody tersentak mendengarnya entah apa yang terjadi disana.
"Yasmin kamu kenapa?" Jody menghampiri Yasmin, ringisan pun terdengar di bibir Yasmin karena tangannya mengeluarkan darah.
"Ya Tuhan, Yasmin tangan kamu kenapa bisa kayak gini?"
"Tadi aku gak sengaja menjatuhkan piringnya, maaf kalau aku terlalu ceroboh,"
"Ini darahnya banyak banget, kamu bersihkan dulu tangan kamu takutnya nanti infeksi,"
"Jody aku gakpapa,"
"Tapi darahnya mengalir terus Yasmin, kamu harusnya lebih hati-hati dan jangan memaksakan diri kalau keadaan kamu belum sepenuhnya pulih, lebih baik sekarang kamu diam biar aku membersihkan luka kamu,"
"Awh," keluh Yasmin kesakitan.
"Kamu tahan," Jody membersihkan darah yang mengalir di jemari Yasmin. Tanpa pikir panjang Jody segera menghisap darah tersebut hingga membuat Yasmin cukup kaget karena tindakan suaminya itu.
"Jody,"
"Kamu diam Yasmin kalau dibiarkan aja nanti darahnya semakin banyak keluar,"
"Tapi kamu,"
"Aku gakpapa," Jody menelan cairan merah itu.
Yasmin terenyuh melihat sikap suaminya, ia tak mengerti kenapa sikap Jody akhir-akhir ini perlahan berubah terhadapnya yang membuatnya sendiri bingung.
"Apa masih sakit?" tanya Jody setelah membersihkan luka Yasmin.
"Hmm sudah lebih baik,"
"Syukurlah kalau begitu sekarang kamu duduk biar aku ambil obat merah untuk kamu,"
"Jod ini sudah gakpapa,"
"Yasmin sudah ya kamu gak usah terus membantah terus, kamu sudah luka begini masih aja bilangnya gakpapa. Bagaimana kalau keadaan kamu lebih parah dari ini? Jangan-jangan kamu malah tetap bilangnya baik-baik juga, kamu aneh banget. Pokoknya kamu tunggu disini karena aku gak akan lama ambil obat merahnya," perintah Jody.
Jody bergegas mencari kotak obat sedangkan Yasmin kembali diam saat ucapan suaminya itu cukup menyentilnya.
"Kamu gak perlu tau kondisi aku yang sebenarnya Jod, aku gak mau siapapun terbeban karena keadaan aku apalagi harus mengasihani aku," lirih Yasmin.
Tak berapa lama Jody datang dengan obat-obatan di tangannya, ia segera meraih jemari Yasmin yang terluka dan membalutnya.
"Aduh," ringis Yasmin.
"Masih sakit?"