Bukan Selamat Tinggal Yasmin

Sandra Arq
Chapter #29

Ketulusan atau Kesemuan Semata

Pagi Harinya

Pandangan Yasmin terus fokus pada kilauan cahaya jingga yang memenuhi langit, ia sengaja bangun sepagi ini untuk bersiap-siap pergi ke Taman Bunga, namun tatapannya berubah nanar saat hidungnya mengeluarkan darah yang begitu pekat. Entah apa yang terjadi padanya, kenapa akhir-akhir ini begitu sering ia mimisam di tambah lagi rasa nyeri yang tak biasa di dadanya.

"Sampai kapan aku harus menghadapi cobaan ini Tuhan, aku terlalu lelah dengan semua ini. Aku gak mau orang-orang di sekitarku terus terbeban karena penyakitku," lirih Yasmin.

Yasmin melirik Jody yang masih terlelap di ranjang rumah sakit, harusnya ia bisa menuruti ucapan suaminya semalam agar lebih memperhatikan keadaannya. Tak bisa dipungkiri selama ia menikah dengan Jody sudah terlalu sering ia merepotkan suaminya itu karena kondisinya.

Yasmin tak bermaksud untuk menyusahkan Jody, pikirannya terus terngiang akan perkataan suaminya semalam, bukan ia bermaksud untuk meragukan perasaan Jody, namun apa mungkin pernikahan kontrak ini harus di akhiri? Kenapa Jody begitu dengan mudah merubah keputusannya sedangkan selama ini ia membenci pernikahan mereka. Yasmin tak bisa menutupi perasaannya jika kenyamanan bisa ia rasakan saat berada di dekat suaminya itu.

"Apa aku harus membuka hati ini untuknya Tuhan? Aku gak tau apa keputusan ini benar, aku cuma gak mau memberikan harapan semu padanya,"

Mengingat hubungan Jody dan Vianka tentu tak mudah bagi suaminya itu untuk melupakan gadis itu, apalagi saat Yasmib melihat cinta yang begitu besar di mata Vianka untuk Jody. Yasmin tak ingin menjadi penggangu di hubungan mereka, tapi ada alasan lain yang membuatnya harus membatasi diri, ia tak ingin saat kepergiaannya nanti justru membuat Jody semakin terluka.

"Karena kamu berhak melanjutkan hidup kamu Jod dengan wanita yang lebih pantas untuk kamu," Yasmin menyeka air matanya yang menetes.

"Yasmin kamu sudah bangun?" ujar Jody cukup mengagetkan Yasmin. 

Yasmin terdiam saat suaminya itu memeluknya, perubahan sikap Jody ini membuat Yasmin bingung, tak ada lagi keangkuhan yang ia lihat saat baru menikah dengannya dan juga penolakan seperti dulu, hanya kehangatan yang membuat Yasmin begitu nyaman berada di dekat Jody.

"Iya kamu semalam kan bilang mau mengajak aku jalan-jalan hari ini,"

"Hmm tapi kamu sarapan dulu ya biar kondisi kamu lebih enakan karena perjalanan kita cukup jauh,"

"Tapi nanti keburu siang Jod, nanti aja ya sarapannya setelah kita pulang dari sana," pinta Yasmin.

"Yasmin aku gak mau ada penolakan dari kamu, aku janji setelah kamu sarapan kita pergi ke taman bunga itu. Atau begini aja kalau kamu masih mau melihat sunrise, kita duduk di halaman rumah sakit aja di sana ada kursi, ada kolam ikan juga. Pemandangannya juga gak kalah bagus kok dari taman bunga, sekalian kamu bisa sarapan disana,"

"Hmm iya,"

"Oke setelah dari sana kita baru pergi,"

"Jody,"

"Iya,"

"Terima kasih,"

"Sama-sama, kamu istri aku Yasmin sudah seharusnya aku melakukan ini semua buat kamu. Aku antar kamu ke depan dulu ya,"

Jody segera menggendong Yasmin menuju ke kursi taman Rumah Sakit. Yasmin terpaku menatap suaminya saat jaraknya dan Jody sedekat ini. Tak bisa dipungkiri getaran di hatinya pun masih terasa hangat hingga Yasmin tak mengerti akan perasaannya.

"Apa aku mencintainya Tuhan? Kenapa aku ingin selalu melihat wajahnya sedekat ini, kenapa perasaanku begitu nyaman saat berada di sisinya,"

"Hmm kita sudah sampai, kamu tunggu disini ya biar aku ambilkan sarapan dulu buat kamu,"

"Iya maaf kalau merepotkan kamu terus Jod,"

"Kan aku sudah bilang di repotkan sama kamu itu hal yang biasa buat aku justru aku malah aneh kalau kamu semenit aja gak merepotkan aku. Ya sudah sekarang kamu jangan kemana-mana ya, aku gak akan," ucap Jody seraya mencium kening Yasmin.

Yasmin terus memandangi punggung Jody yang perlahan menjauh, mungkin semua seakan tak adil jika Jody harus repot karenanya, tapi ia berharap semua pengorbanan pemuda itu bisa ia balas nantinya.

"Izin kan aku membahagiakan dia Tuhan, sebelum engkau memanggilku. Dia sudah terlalu sering berkorban untuk aku," lirih Yasmin, mengingat kondisinya mungkin harapan itu begitu kecil untuknya. Namun sebelum semuanya terlambat ia berharap masih bisa memberikan kebahagiaan itu untuk suaminya.

"Sayang....sayang kamu baik-baik aja," ucap suara yang menghampiri Yasmin dengan nafas yang memburu.

Lihat selengkapnya