Bukan Takdir Cinta Kita

Nabila Rindra
Chapter #1

Prolog

"Kenapa Mbak Hilya belum sadar juga?"


Uap memenuhi kaca ruang UGD, namun Danish mengabaikannya dan terus menatap gadis yang tergolek lemah di dalam sana. Sekali-dua kali dia mengusap mata dan mengatur napas saat membayangkan bagaimana tersiksanya Hilya yang harus dijejali dengan berbagai mesin untuk tetap bertahan hidup.


"Mbak Hilya bakalan sembuh kan, Mbak?" Narayya, adik bungsunya yang sejak tadi tidak bisa diam kembali bertanya.


"Doakan aja, Nduk."


Semua ini terlihat menyedihkan di mata Danish. Hilya yang kini terbaring dengan respirator dan selang infus sama sekali lain dengan Hilya yang ditemuinya dua tahun lalu. Tidak ada lagi seruan paniknya saat dikejar anjing, tidak ada lagi lirikan tajamnya saat melihat Danish memasuki gerbang pondok pesantren putri, bahkan tidak ada lagi suara dentuman bola basket yang beradu dengan lantai semen yang didengarnya setiap berkumpul bersama keluarga Aida.


"Ayo pulang, Dan. Udah sore."


Danish tidak menjawab. Matanya terus menatap Hilya lekat-lekat, berharap tangannya bergerak dan gadis itu sadar. Namun, itu hanya harapan semu. Hanya ada suara pendeteksi detak jantung yang samar-samar terdengar di telinganya.


"Besok kita bisa jenguk dia lagi. Dan lihat, kita punya acara malam ini. Jangan sampai tugas kita jadi terbengkalai hanya karena jengukin Hilya."


Barulah Danish melepas wajahnya dari pintu kaca dan menghela napas. Diusapnya wajah berkali-kali dan melirik Hilya sekali lagi sebelum berjalan mengikuti kakak-kakaknya.


"Udah denger desas-desus kalau Mbak Hilya perokok belum?" tanya Salma, adik pertamanya.


Danish mendongak. "Siapa yang bilang gitu?"


"Denger dari obrolannya anak-anak. Katanya penyebab Mbak Hilya bisa kena kanker paru-paru karena keseringan merokok."


"Itu gak bener." Di luar dugaan, Aida membantah. "Aku tahu Hilya itu orangnya kayak gimana. Dia gak pernah merokok, gak pernah mabuk, ataupun ngisap shisha. Kalaupun dia harus kena penyakit ini, itu udah takdir dari Allah."


"Kita kan gak pernah tahu apa yang terjadi di balik layar, Mbak. Anggaplah dia bukan perokok aktif. Memangnya gak ada kemungkinan dia jadi perokok pasif?" Kali ini adik iparnya yang lain—Haura—menyahut.


Semua orang terdiam demi mendengar spekulasinya.


"Penyebab kanker paru-paru bukan cuma itu. Dan daripada kita ngomongin Hilya, lebih baik kita nasihati anak-anak itu supaya gak gosipin dia lagi. Hilya udah cukup menderita tanpa harus ditambah tuduhan-tuduhan menyakitkan itu," sahut Abidzar, kakak keduanya.

Lihat selengkapnya